Beberapa waktu yang lalu hingga sekarang, kita mendengar di berbagai sumber berita bahwa salah satu maskapai penerbangan plat merah di Indonesia "Garuda Indonesia" terancam bangkrut. Bahkan sekarang sudah ada maskapai yang digadang-gadang akan menggantikan Garuda Indonesia mengudara di negeri kita tercinta ini. Terlepas dari itu, kita sama-sama doakan semoga ini gak benar-benar terjadi.
Oke, saya gak bakalan membahas kenapa bisa Garuda akan bangkrut dan mencari apa penyebabnya dari berbagai macam sumber. Terlalu berat nanti bahasanya.
Kita bahas yang santai-santai saja dengan membaca pengalaman saya terbang lagi bersama Garuda Indonesia beberapa waktu yang lalu. Semoga gak bosan saja membacanya !.
Saat akan kembali ke Lombok sehabis mengikuti kegiatan workshop di Bogor, saya bersama keempat teman lainnya berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta (Soeta) di Tangerang, Banten dengan memesan ojek online (ojol). Kami berlima menunggu mobil jemputan di lobi hotel.
Penerbangan kami yang tertera di e-tiket sekitar jam empat sore. Masih banyak waktu buat perjalanan dari Bogor ke bandara yang memakan waktu dua jam perjalanan (kondisi lalu lintas normal). Mobil jemputan akhirnya sudah tiba di parkiran lobi hotel. Kami bersiap-siap untuk berangkat. Mengecek tas ransel dan koper, memasukkannya ke dalam bagasi belakang mobil.
Kondisi lalu lintas dalam perjalanan dari hotel ke bandara relatif ramai lancar. Kendaraan kami menggunakan jalur full tol. Melewati gedung-gedung bertingkat Ibukota Jakarta. Cuaca di atas langit Jakarta sudah mulai mendung. Semoga saja penerbangan nanti relatif aman.
Garuda Indonesia berada di Terminal 3 Bandara Soeta. Sesampai di pintu keberangkatan domestik Terminal 3 Bandara Soeta, kami menurunkan barang bawaan dan setelah itu berjalan menuju ke counter check in. Sebelumnya sih sudah check in online. Tapi untuk mencetak boarding pass, kita harus menuju counter Garuda sekalian menggunakan servis bagasi, mumpung gratis kalau pakai Garuda.
Saat itu ada insiden sedikit. Ibu jari kaki sebelah kiri agak bengkak dan nyeri. Penyebabnya kemungkinan terlalu lama pakai sepatu (agak katrok). Mau berdiri saja susah dan nahan sakit, apalagi disuruh jalan. Gak kebayang gimana jalan kaki di Terminal 3 Bandara Soeta. Butuh perjuangan sekali guys !.
Berjalan pelan akhirnya sampai juga di Gate 14. Suasana bandara sangat ramai sekali. Sudah lama rasanya gak menginjakkan kaki di Terminal 3 ini sejak Covid-19 melanda dunia dua tahun yang lalu.
Flashback !
Sedikit cerita saat awal Covid-19, saya saat itu sedang perjalanan mau balik juga ke Lombok pakai Garuda Indonesia. Ingat sekali saat itu jalan dari hotel jam empat pagi naik ojol. Sampai di bandara (Terminal 3), kami semua disuruh pakai masker N95. Tau sendiri jenis masker itu sangat menyiksa.
Dari cetak boarding pass, pengecekan bagasi sampai naik pesawat, masker gak boleh lepas. Betapa horornya suasana pada saat itu. Itu benar-benar terjadi disaat pertama kali pemerintah mengumumkan ada satu kasus Covid-19 di Indonesia. Syukurnya, sampai di rumah, semuanya selamat dalam keadaan sehat. Sejak itu sudah gak pernah alias takut bepergian ke luar daerah lagi.
Next... Lanjut ke cerita semula !
Asyiknya kalau naik pesawat dari Terminal 3, kita bisa melihat secara leluasa pesawat yang parkir di apron. Disamping bangunannya yang baru, Terminal 3 juga sangat bersih, luas dan panjang. Beda dengan Terminal 1 dan 2 yang tergolong bangunan bandara cukup lama dengan ciri khas bentuk atap khas rumah Adat Betawi.
Duduk santai sejenak di salah satu kursi sandaran di dekat Gate 14 sambil melihat pesawat yang take off dan landing. Masih banyak waktu buat menunggu jam penerbangan. Berhubung kaki lagi sakit, jadi gak bisa muter-muter sekitar area Gate 14.
Sedangkan keempat teman lainnya meninggalkan saya seorang diri. Mereka pengen nyobain Skytrain atau Kalayang katanya. Untungnya saya sudah pernah nyobain, jadi gak terlalu pengen.
Mencoba memejamkan mata, ternyata saya sempat ketiduran. Pas terbangun, mereka sudah duduk saja di samping saya. Saya tertidur cukup lama rupanya. Cek barang bawaan ternyata gak ada yang hilang. Hanya ibu jari kaki yang masih terasa nyeri dan bengkak.
Mendengar pengumuman, ternyata pesawat kami ke Lombok mengalami keterlambatan dikarenakan masalah operasional. Tumben sekali Garuda delay. Biasanya selalu ontime. Tadinya jadwal boarding jam empat sore, menjadi jam lima sore. Berhubung penasaran, saya cek aplikasi live trafic di smartphone. Pesawatnya ternyata sudah landing dan lagi menuju apron.
Agak tenang karena pesawatnya memang sudah tiba di Bandara Soeta. Untuk mengusik kebosenan, saya melihat-lihat pesawat yang masih take off dan landing. Kebayang betapa ribetnya para petugas yang bertugas di menara ATC buat ngatur ribuan pesawat di bandara ini. Salut !.
Hmmmm... ada beberapa maskapai yang menjadi perhatian saya. Antara lain Pelita Air, Super Air Jet dan Royal Brunei. Kapan-kapan pengen nyobain terbang bersama maskapai tersebut. Pengennya sih naik maskapai Bouraq juga, tapi sudah gak ada lagi (bangkrut).
Satu jam berlalu, pesawat yang akan mengantarkan kami ke Lombok sudah parkir di Gate 14, itu sudah termasuk pergantian awak kabin dan pilot. Sore itu penerbangan di Bandara Soeta cukup padat. Oke, saya masih menikmati pemandangan dari luar jendela bandara sambil menikmati sebotol Panta dingin yang saya beli dari mesin minuman. Cukup bayar 5 ribu sudah keluar tuh botol minuman.
Gak lama kemudian para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 432 Jurusan Lombok diperkenankan menaiki pesawat melalui Gate 14. Langit sore sudah memulai gelap. Setelah melewati pengecekan boarding pass, saya dan penumpang lainnya berjalan menuju pesawat melalui garbarata. Lagi-lagi lewat garbarata, jadi gak bisa selfiean dengan pesawatnya.
Penerbangan ke Lombok sore itu full seat. Meskipun tarif tiket pesawat lagi tinggi-tingginya, gak mengurangi minat para penumpang untuk mengandalkan moda transportasi udara untuk pergi ke suatu daerah. Apalagi kalau ada tugas dinas ke luar kota, pastinya dibayarkan sama negara dong ya alias gratis,hehehe (receh).
Langit Jakarta mendung dan saat kami sudah memasuki pesawat, tiba-tiba hujan turun. Para penumpang berjalan dengan tertib memasuki pesawat. Setelah pengecekan boarding pass oleh pramugari, saya mencari seat 23H. Kalau Garuda Indonesia seatnya mulai dari angka besar dari depan. Ada yang bisa menjawab kenapa bisa diawali dengan angka besar bila dibandingkan dengan maskapai lainnya ?.
Kabin pesawatnya masih harum, bersih, adem dan yang paling saya suka yaitu terdengar musik instrumen gitu. Di kelas ekonomi, tempat duduknya dengan formasi tiga-tiga. Kursinya masih empuk dan di depan ada sebuah flight entertainment. Kita bisa menonton film, mendengarkan lagu, dan melihat flight trafic. Sayangnya, sekarang ini untuk headset gak tersedia lagi di masing-masing seatnya. Kita harus meminta kepada pramugari kalau ingin meminjam headset. Tapi gak boleh dibawa pulang ya.
Berhubung kebagian duduk bukan di window seat, jadinya gak leluasa melihat ke arah luar dari jendela pesawat. Penerbangan Cengkareng - Lombok memakan waktu dua jam. Setelah seluruh penumpang sudah naik ke dalam pesawat, kapten pilot memberikan announcement bahwa pesawat akan bersiap untuk berangkat. Pintu pesawat ditutup dan bersiap-siap untuk taxi. Berjalan perlahan mundur dan bersiap-siap menuju runway. Video demo keselamatan bisa kita lihat dari layar flight entertainment.
Proses take off gak berlangsung lama. Hanya mengantri beberapa pesawat saja di depan kita. Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800 GA 432 take off meninggalkan Bandara Soekarno Hatta. Proses take off berjalan dengan aman. Menembus awan tebal dengan sesekali terjadi turbulance ringan. Sekitar lima belas menit, posisi pesawat sudah stabil. Tanda mengenakan sabuk pengaman sudah dimatikan. Artinya kita bisa ke kamar kecil dan ngobrol sama pramugarinya di belakang (dekat toilet).
Dapat makan gak ?
Untuk Garuda Indonesia sendiri, kami masih mendapatkan jatah makan. Sayangnya kalau dulu kita masih ditawarkan mau makan apa dan ada dua pilihan, nasi kuning atau nasi ayam. Sekarang tanpa ditanya, pramugari langsung membagikan seporsi nasi ayam dengan botol air mineral dan puding mangga. Beda ya?, dulu untuk minumnya kita diberi segelas sunkis orange atau jus jambu biji. Bisa nambah pula kalau gak malu (malu-maluin).
Sebagai pengganti jus-jusan, kita ditawarkan kopi atau teh. Langsung saja saya memesan segelas kopi susu panas. Enak kali ya melakukan upacara minum kopi di atas ketinggian 32.000 feet. Habis makan nasi ayam yang rasanya masih sama seperti dulu, mari kita upacara minum kopi susu panas meskipun faktanya hangat.
Langit di luar jendela pesawat sudah gelap. Lampu di kabin pun tetap menyala. Ini pertama kalinya saya terbang bersama Garuda Indonesia di penerbangan malam. Menurut jadwal, pesawat kami akan tiba di Lombok sekitar jam delapan malam. Agak molor satu jam dari jadwal semula.
Setelah menikmati makan malam dan upacara ngopi, saya bersantai sejenak sambil mendengarkan lagu. Untuk pilihan lagunya masih sedikit ya dan gak terlalu update. Tapi it's okelah ya, yang penting bisa menikmati penerbangan bersama Garuda Indonesia.
Gak terasa, pengumuman dari pramugari bahwa pesawat sebentar lagi akan landing di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, Praya,Lombok. Tanda mengenakan sabuk pengaman dinyalakan. Pesawat perlahan-lahan menurunkan ketinggian. Terasa roda pesawat sudah diturunkan. Terlihat dari luar jendela, lampu-lampu rumah penduduk. Proses landing sempurna, pesawat sudah tiba di Lombok.
Agak lega rasanya bisa berkumpul lagi bersama keluarga. Istri dan anak ikut menjemput di bandara bersama bapak ibu juga. Over all, saya menikmati penerbangan bersama Garuda Indonesia meskipun dari segi pelayanan mengalami kemunduran dari sebelumnya. Mungkin ini dia penyebab kenapa Garuda Indonesia keluar dari 10 besar maskapai terbaik di dunia.
Semoga saja kedepannya, Garuda Indonesia kembali berjaya lagi dengan berbagai macam pelayanan yang dimiliki. Amin.
Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Vibes positifnya masih kenceng tulisan ini. Bagian delaynya cuma satu kalimat doang.
ReplyDeleteCool.
Semoga ndak perlu ada delay lagi, apalagi maskapai sekelas Garuda. Aamiin
Semoga Garuda Indonesia kembali menjadi maskapai terbaik di hati kita dan dunia. Amin
DeleteWalopun management ya berantakan, tapi aku masih setia Ama Garuda mas. Mendingan Garuda, pelita atau Citilink deh skr ini. Aku lebih milih cancel perjalanan kalo maskapainya si L*on grub 😂. Ga akan pernah mau lagi..
ReplyDeleteGaruda mah masih okelah, penerbangan ke LN nya juga masih nyaman, service msh bagus. Dan ga pernah ada masalah drama bagasi. Beda Ama yg satu itu, suka ngebongkar.
Dan lagi aku masih yakin sih Garuda bisa bangkit. Biar gimana ini maskapai nasional. Mungkin kalo swasta kemungkinan bangkrutnya gede, kayak Sriwijaya yg udh masuk PKPU. Itu mah bentar lagi pailit beneran. Tapi rasanya Garuda masih bisa selamat
Ya sya berharap gtu jg. Sayang skali maskapai sebesar Garuda Indonesia menyusul sprti Bouraq atau Merpati.
Deletekayaknya aku baru sekali deh naik Garuda, heuheuheu
ReplyDeletelebih mahal. tp lebih nyaman sih
Lebih asyik LG klo dibayarin negara ya mas broo. Sya pakai Garuda kalau tugas dinas keluar Lombok saja hehehe
DeleteKayaknya satu-satunya penerbangan yang saya berasa aman masih Garuda mas......selama ini saya belum pernah kena delay di penerbangan Garuda ini, kalo yg lain pasti ada aja masalahnya
ReplyDeleteIya mas. Saya setuju kalau naik Garuda buat nyaman dan tenang. Semoga Garuda kembali meraih 10 penerbangan terbaik dunia. Amin
Delete