Kebetulan juga sudah hampir setahun gak menginjakkan kaki di sebuah mall bernama Lombok Epicentrum Mall yang berlokasi di tengah-tengah Kota Mataram. Sudah lama juga gak menulis nama mall ini di blog. Ada rasa rindu yang terdalam (sorry lebay). Dulu jauh sebelum Si Covid menyerang bumi, saya sering datang ke mall ini untuk nonton film di salah satu bioskop kesayangan. Tapi setelah Si Covid datang ke Lombok, hanya memandang dari kejauhan saja bangunan megah dari mall ini.
Sore itu hujan turun yang sangat lebat. Bisa dibilang hujan angin. Papa mama menjemput kami di rumah. Alhamdulillah Kenzi sudah sembuh dari sakitnya. Istri juga sehat walhafiat. Saya sedang kelaperan dan kehausan karena berpuasa (gak perlu diceritaain kaleee). Hujan-hujan kami harus menempuh jarak sekitar tiga belas kilometer menuju pusat kota menggunakan mobil Avanza hitam.
Sepanjang jalan ramai lancar. Hanya saja sesudah memasuki pertengah kota, macet parah. Banyak kendaraan yang hilir mudik alias ngabuburit. Aneh sekali, hujan deras seperti ini masih saja ada yang ngabuburit. Mungkin saja gak mau kehilangan momen, apalagi akhir pekan cuuyy. Ada sepasang muda-mudi yang berbocengan di atas sepeda motor sambil mandi hujan ala-ala Dilan dan Milea, hahahaha.
Yang jelas, warga kota sedang mencari tempat berbuka, sama seperti kami yang akan ke mall untuk mencari tempat buka puasa. Saat itu, kami belum memastikan mau buka puasa di tenan mana. Prediksi saya sih, semua tenan sudah penuh dengan para pengunjung yang akan berbuka puasa juga. Kita lihat saja nanti setelah sampai di mall.
Langit sudah mulai gelap, lampu-lampu jalan sudah dinyalakan. Mobil kami sudah memasuki kawasan mall. Saat turun dari mobil, terdengar adzan magrib berkumandang. Saatnya berbuka puasa. Untung saja, istri membawakan sebotol air minum di dalam tasnya. Luas biasa nih si istri, tambah sayang deh.
Setelah membatalkan puasa, kebingungan dimulai. Memasuki mall dengan pemeriksaan yang sangat ketat, dari mengecek suhu sampai memeriksa kita pakai masker apa gak. Setelah lolos dari pemeriksaan, kami berjalan menuju lantai paling atas. Saya takjub saat itu. Gak ada satupun tempat makan yang menyisakan untuk kami. Semuanya meja kursi sudah full dipesan oleh pengunjung lainnya. Kami dibuat bingung mau mencari dimana lagi. Yasudah, kami memutuskan untuk berkeliling sambil cuci mata saja dulu.
Alasan memilih Kampong Melayu yaitu tempatnya nyaman dan adem. Desain ruangan restonya juga kece dan saya suka. cat dinding ruangan berwarna klasik dan Indonesia banget. Beberapa hiasan yang berupa burung, ayam dan makanan yang terpajang di sudut ruang. Kursi dan meja juga dibuat kekinian. Nuansa klasik tapi semua asesorisnya kekinian.
Ruangan dibagi dua, ada no smooking dan smooking. Berhubung hanya si papa saja yang ahli hisap, kami memilih meja di no smooking. Kalau si papa mau ngisap, bisa ke ruang smooking yang sudah disediakan. Keluarga sangat senang berbuka puasa disini meskipun diburu-buru dengan waktu. Terpenting semuanya masih bisa menikmati pelayanan yang diberikan dari tempat ini.
Lagi-lagi tantangan bukber di luar rumah seperti ini. Makan bareng di suatu ruangan bersama orang banyak yang kita gak tau apakah mereka ada membawa virus atau gak. Apalagi saya dan istri membawa anak kecil umur setahun. Semuanya terlihat tenang dan nyaman-nyaman saja. Meskipun begitu, kita semua harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang gak bosan-bosannya disosialisasikan oleh pemerintah. Semoga saja kita semua dijauhi oleh wabah penyakit, apapun itu. Amin.
Di beberapa kesempatan, saya sering sekali mensosialisasikan untuk tetap menjaga kesehatan dan selalu menerapkan protokol kesehatan baik di akun twitter, facebook, whatsaap maupun di tulisan blog pribadi. Bukannya menentang bukber di luar rumah sambil berkumpul-kumpul. Tapi harus sadar diri, pandemi ini belum selesai. Kalau sekali-kali bolehlah, asalkan tempatnya nyaman, jarak antara meja satu dan lainnya gak berdekatan, dan terpenting gak berdesak-desakan.
Kita lupakan sejenak Covid-19, Yuuk berbuka puasa dulu, mencicipi beberapa menu yang sudah dipesan !.
Di Kampong Melayu, saya punya pilihan menu favorit yaitu Nasi Bakar Ayam Balado. Sudah dua kali saya datang kesini, sudah dua kali pula saya memesan menu yang sama. Rasaya enak banget. Kebetulan juga saya penyuka nasi bakar, saya langsung memesan masakan ini. Dari fotonya sangat meyakinkan sekali. Kalau gak percaya boleh kalian pesan (bukan ngendorse).
Nasi Bakar Ayam Balado khas Kampong Melayu tampilannya kece. Nasi putih ditaburi potongan daging ayam serta dilumuri dengan saos balado, jagung dan potongan tomat. Kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dimasukkan ke dalam tempat mirip dengan panci berwarna hitam dan ditutupi dengan kayu berbentuk lingkaran. Proses akhir selanjutnya dibakar. Aroma nasi bakar langsung tercium disaat saya membuka bungkusan daun pisang yang masih panas.
Sayangnya ada perbedaan yang saya rasakan disaat memesan menu ini. Porsi Nasi Bakar Ayam Baladonya agak sedikit dibandingkan saat saya pertama kali mencicipi masakan ini. Terlihat nasinya hanya sedikit, belum lagi yang lainnya juga diberikan sedikit. Masih banyakan porsi yang pertama. Agak sedikit kecewa tapi mau gimana lagi. Rasa sih oke, tapi porsi sedikit, jadi pas mau bayar agak berat karena harga juga gak sedikit. Seporsi Nasi Bakar Ayam Balado yaitu 38 ribuan.
Untungnya masih bisa mencicipi menu-menu lainnya yang dipesan oleh istri dan mama yaitu Gado-Gado Kampong Melayu yang bumbunya nendang banget. Ada potongan ketupat, sayur-sayuran, bumbu kacang yang dihaluskan dan kerupuk. Sayangnya kurang pedas di lidah saya sih. Tapi it's oke, rasanya sudah enak kok. Seporis gado-gado seharga 34,8 ribu rupiah. Hmmmmm, mahal atau murah ya kalau dilihat dari rasa dan porsi ?.
Selanjutnya ada Nasi Uduk Ayam Goreng. Nah ini dia menu yang pertama kali saya coba. Gak terlalu banyak sih saya makan karena ini punyanya istri, takut dia manyun kalau saya banyak habisin,hehehe. Saya suka dari penampilannya. Dihidangkan dengan rantang kayak jaman dulu. Kalau ke sawah, habis mencangkul, dibawakan sangu makan siang dengan menggunakan rantang. Ada tiga rantang, rantang yang isinya nasi uduk, sayur-sayuran dan bumbu dan rantang yang isinya ayam goreng. Soal rasa, lumayan enak. Bumbu sudah pas, tapi pedasnya kurang nendang. Seporsi Nasi Uduk Ayam Goreng diberi harga 28 ribuan (koreksi kalau salah).
Penulis : Lazwardy Perdana Putra
saya masih belum berani apalagi makan di tempat, sudah setahun tidak pernah nyentuh mall apalagi bioskop. angka covid di Jakarta juga masih tinggi walaupun vaksinasi sudah berjalan tapi karena saya dan keluarga belum tetap saja masih takut untuk ke tempat umum. paling kalau mau makan restoran biasanya pesan via online
ReplyDeleteiya mas, semoga qta semua selalu sehat2 semua. Amin
Deletenyesel buka post begini siang hari. tapi gpp minimal ada list baru kalau keluar lagi nanti ckckck
ReplyDeleteditunggu saja postingan selanjutnya. hehehe
Deletewah kampong melayu, dulu sering kesana pas masih di Transmart, setelah pindah ke Epic, belum pernah kesana lagi
ReplyDeleteLebih keren yg di Epic skrg
DeleteAku baru mulai THN ini berani ke mall lagi mas. Pas 2020 ga berani juga. Itupun mall yg aku pilih yg ga terlalu rame dan protokolnya ketat. Tp aku msh menghindari makan di food court. LBH milih restoran yg mana tamunya dibatasin.
ReplyDeleteMemang sebel ya kalo menu yg srg dipesan, tp porsinya dikurangin :D. Tapi mungkin si owner lebih milih gitu drpd dia naikin harga. Lumayan juga tuh hrgnya 38 rb UTK nasi bakar. Di JKT, nasi bakar fav ku hrgnya msh dibawah itu apalagi kalo lauk ayam.
Semoga pandemi Covid-19 segera pergi. Amin
Delete