Kini saya baru sadar yang namanya sehat itu kenikmatan yang luar biasa dan harus kita syukuri melebihi kenikmatan apapun. Bila kita sehat, apapun bisa kita lakukan. Sedangkan bila kita sakit, mungkin beberapa aktivitas yang rutin kita lakukan akan terganggu. Makan gak enak, tidur gak nyenyak bahkan sampai mikirin yang enggak-enggak. Sekedar minum kopi pun terasa pahit gak karuan, Makan masakan favorit pun menjadi gak favorit saat itu.
Begitupun jalan-jalan, gak bisa menikmati karena tubuh lagi gak bersahabat dengan alam. Intinya bila sehat, apapun terasa indah. Seperti melihat senyummu yang merekah sepanjang masa. Begitupun saat ini, kita di seluruh dunia sedang dilanda oleh wabah yang bernama Virus Corona atau bahasa kerennya Covid-19. Gak bisa kemana-mana. Mau keluar rumah pun mikir-mikir. Hanya sekedar membeli cemilan di Indo*** saja harus pakai masker kain dan ngantongin hand sanitizer untuk berjaga-jaga.
Saya merasa kita sedang berperang dengan musuh yang ukurannya antara 400-500 nanomikro. Bayangin saja gimana tuh?.Gak bisa terlihat oleh mata telanjang. So, harus waspada dengan makhluk yang Allah kirimkan untuk ujian kita semua. Ya, saya meyakini ini ujian meskipun banyak netizen nakal yang menyebut ini azab. Biarkan saja mereka berkomentar, yang penting kita harus hidup sehat dan gak meremehkan,apalagi gak peduli. Bahaya tuh bila punya sikap gak peduli.
Ngomong-ngomong soal hidup sehat, banyak sekali yang bisa kita lakukan. Seperti istirahat yang cukup, gak begadang maen PES pro 2020 atau Mobile Legend, makan makanan yang bergizi, minum secukupnya, dan berolahraga. Apalagi saat wabah Covid-19 melanda, kita diharuskan untuk berjemur setiap pagi, cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, pakai masker dan menerapkan physical distancing (menjaga kontak fisik). Semuanya apabila kita lakukan secara rutin dan disiplin, Insyaallah kita terhindar dari Covid-19.
Disini saya gak membahas tentang si Covid-19, meskipun saya jengkel banget dengan virus satu ini. Bosen juga ngebahas, takutnya dia kepedean n ngelunjak (Si Covidnya). Ibarat dikasi hati minta hayati. Sudah disuruh diem saja di Wuhan, eh kemana-mana dia. Punya hobi traveling kali yaak ini virus ?.
Semua agenda trip dan kuliner saya dipending untuk sementara waktu gara-gara ini virus. Pulang kerja, harus mandi dulu baru bisa maen-maen sama anak istri. Habis megang benda apapun, harus cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Gak boleh cipika-cipiki sama siapapun kecuali sama istri dan si kecil. Kemana-mana pakai masker yang setiap hari diganti. Apalagi setiap hari kalau sudah buka medsos, isinya berita si Covid-19. Bosen dan lama-lama stress juga. Kapan sih loe pergi Vid Vid ? (curhat colongan).
Buat ngilangin kebosenan, setiap weekend saya bergowes kemana saja. Salah satu cara biar tetap sehat, nyari keringet dan tetap bahagia. Ada tagar #DiRumahAja , tapi kalau mau olahraga apa salahnya ?. Yang penting tetap pakai masker, bawa handsanitizer dan jaga kontak fisik dengan orang lain.
Gowes kali ini saya ditemani oleh Si Geblek, sepeda kesayangan saya. Sudah sekitar empat tahun saya bersama Si Geblek. Sudah banyak cerita gowes bersama dia. Dari rute terdekat maupun rute terjauh. Berkat Si Geblek juga, saya mendapatkan pujaan hati yang sekarang sudah menjadi ibunya si kecil. Pokoknya the best buat Si Geblek. Ada rencana juga mau jodohin Si Geblek sama yang lainnya tapi colek si doi dulu hahaha. Ngerti kan maksudnya ?.
Kalau ditanya rute gowes favorit, saya gak bisa jawab. Tapi kalau ditanya rute yang paling sering ya jawabannya ada di kalimat selanjutnya.
Rute kali ini saya tempuh kurang lebih dua puluh kilometer. Berangkat dari rumah di Ampenan menuju Gerung, Lombok Barat. Sudah lama juga saya gak memilih jalur ini. Ada kebahagian tersendiri saat melewati jalur yang menyuguhkan persawahan, perbukitan dan udara yang sejuk.
berfoto bersama Menara Tebolak
berfoto bersama Menara Mutiara
Berangkat sekitar jam setengah enam pagi. Maen-maen bareng si kecil dulu yang sempat terbangun juga, lanjut mengayuh sepeda ke tujuan. Udara pagi yang sejuk dan cuaca yang sangat cerah. Dari arah timur terlihat cahaya orange kekuningan terpancar indahnya. Bener-bener kece weekend saat itu.
Saya mengambil jalur dalam kota dulu, melewati daerah perkantoran dan selanjutnya berbelok ke Jalan Majapahit karena jalannya cukup lebar. Di pertengahan jalan, saya memutuskan untuk mengambil jalan tikus saja dengan pertimbangan biar agak sepi. Saya mengambil jalur kompleks perumahan dan perkampungan. Jalannya bagus dan sepi. Apalagi di kiri-kanan melewati persawahan yang hijau.
Gak lama kemudian, sampai juga di Jalan Lingkar Selatan pinggiran Kota Mataram. Jalan tikus tadi merupakan jalan tembus menuju jalur utama gowes saat itu. Untuk waktu sama saja dibandingkan melewati jalan utama tengah kota, hanya saja lebih memilih jalur yang agak sepi dari lalu-lalang kendaraan.
Maklum saja, di saat era New Normal ini, banyak warga yang sudah berani keluar rumah untuk beraktivitas baik berangkat ke pasar, kantor dan olahraga. Jadi jangan heran jalan-jalan sudah mulai ramai sekarang. Untuk mempersingkat cerita, setibanya di jalur By Pass Bundaran Jempong. Ada menara yang baru dibangun tapi belum diresmikan. Sudah hampir 100 persen pembangunannya. Belum ada nama resminya, tapi saya menyebutnya ini Menara Mutiara karena di puncaknya terdapat patung mutiara. Denger-denger kabar, menara ini akan menjadi ikon baru di Kota Mataram. Menaranya juga memiliki lift lhoo untuk menuju puncak. Seperti tugu monas di Jakarta. Kita bisa lihat pemandangan kece dari Kota Mataram dan sekitarnya dari atas Menara Mutiara ini. Kita tunggu saja waktu peresmiannya nanti.
Di selatan Bundaran Menara Mutiara, terdapat sebuah menara selamat datang di Kota Mataram yang berbeda dari biasanya. Orang-orang menyebutnya Menara Tebolak yang diambil dari tempat tutup nasi yang berasal dari Pulau Lombok yang diberi nama Tebolak. Karena menara selamat datang ini menyerupai Tebolak yang terbuat dari rangkaian besi-besi yang dicat warna-warni. Sangat megah dan instagramable banget. Banyak yang foto-foto eksis berlatarbelakang Menara Tebolak ini, termasuk saya hahaha.
Next, saya melanjutkan mengayuh sepeda ke arah Bundaran Mentagi atau orang menyebutnya Bundaran Patung Sapi atau Bundaran Gerung. Melewati By Pass yang jalannya lebar dan mulus. Pastinya disini arus kendaraan gak seramai di tengah kota. Tapi harus tetap hati-hati, soalnya kendaraan disini jalannya cepat dan bebas hambatan. Untuk jalur sepeda sudah disediakan ya. Jadi harus menggunakan jalur sepeda biar kita aman dan selamat sampai di rumah.
Sepanjang jalan By Pass menuju Bundaran Gerung, kita dimanjakan oleh pemandangan yang super kece. Ada persawahan yang terbentang luas dan perbukitan yang hijau. Dari kejauhan terlihat puncak Gunung Rinjani, itu kalau cuaca lagi cerah lhoo ya. Kabut pagi yang masih terlihat. Sungguh indah dan gak bakalan bosen mengayuh sepeda,apalagi ditemani sama temen-temen lainnya.
Berhubung saya gowes sendirian karena istri dan si kecil gak ikut, so menikmati perjalanan sendirian saja sambil ditemani alunan musik Koplo Banyuwangi, hahaha.
Sekitar satu jam perjalanan dari rumah, akhirnya saya sampai juga di Bundaran Gerung. Gak banyak berubah dari tempat ini. Masih seperti yang dulu. Ceritanya ada di tulisan gowes sebelumnya, di kolom destinasi dan event (cari sendiri ya). Semoga gak bosen aja baca cerita gak jelasnya, hahaha.
Disini saya melepas lelah sambil duduk santai melihat kendaraan yang lalu lalang. Pagi yang sangat cerah, banyak juga yang bersepeda. Kebetulan juga weekend sih. Tapi banyak yang pakai sepeda lipat yaa, colek si doi, hehehe.
Singkat cerita, pulangnya saya menyempatkan mampir di sebuah pantai yang menurut saya awalnya biasa saja. Tapi saat itu lagi pengen liat pantai. Masih asin gak ya air lautnya dan masih hitam gak ya pasirnya ?, berhubung selama Covid-19 gak pernah liat namanya pantai. Ternyata pantainya cukup kece lah ya. Namanya Pantai Mapak Indah. Disini banyak cafe-cafe jaman now yang instagramable gitu. Apalagi disini ada penangkaran penyu lhoo. Bertemu dengan si tukik juga yang lucu-lucu. Not Bad lah ya pantainya. Masih bisa dinikmati dan betah nongkrong karena banyak cafenya. Disini saya hanya melihat-lihat sekitar pantainya saja sambil melepas lelah.
Oke, itu cerita gowes ala-ala dari saya di masa masih mewabahnya Covid-19 di daerah tempat tinggal saya bahkan negeri tercinta ini. Apalagi sekarang pemerintah sudah menerapkan sistem New Normal di beberapa daerah. Saatnya kita bangkit dari keterpurukan. Hidup sehat dan jaga kesehatan dengan olahraga yang cukup, minimal seminggu sekali bersepeda atau olahraga ringan lainnya. Hindari keramaian dan ngumpul-ngumpul dulu. Tetap pakai masker dan sering-sering cuci tangan pakai sabun. Jaga fisik dan mental. Dan jangan stress !!!.
Semoga tulisan ini bisa menjadi racun buat kalian yang membacanya. Racun biar ikut berolahraga atau bersepeda maksudnya. Hehehe. Sudah dulu ya, ditunggu cerita dari saya selanjutnya yang gak kalah seru.
Selamat weekend !
Penulis : Lazwardy Perdana Putra
siapp diracuni wkwkkwwk
ReplyDeleteDitunggu undangan gowes rame2nya :)
Deletewah jadi pengen ke lombok nih
ReplyDeletetapi tunggu corona ilang dulu
emang gowes lagi ngetrand ya mas
bisa sekalian olahraga dan merasakan kesegaran udara
tapi tetap masker harus dipakai dan jaga jarak
Gowes lg ngetrant skrg tp sya memang dri dulu hobi gowes. Hehehe
Deletesepedaan sekarang jadi makin populer gara2 corona ya,,, banyak yg beli sepeda baru.
ReplyDeletebtw baru tahu nih di mapak ada konservasi penyu
Baru ada di tahun 2020 bang konservasi penyunya. Btw, beli sepeda lipat aj. Sya jg pengen hahahaha... Colek istri
Delete