Wednesday, 18 July 2018

Keindahan Tersembunyi dari Desa Adat Limbungan


Dua minggu yang lalu,  saya pergi ke sebuah desa yang masih bisa dibilang belum mainstream banget. Sebut saja, Desa Adat Limbungan. Desa ini terletak di Desa Perigi,  Kecamatan Suela,  Lombok Timur. 

Trip kali ini saya gak sendirian. Di tulisan sebelumnya, saya selalu ditemani sama si doi. Tapi kali ini saya ditemani sama keluarga besar dari mama. Surprisenya lagi,  baru kali ini mama tercinta ikut ngetrip. Tumben juga si nyokap mau ikut, mimpi apa semalam?. Mama sih punya hobi jalan-jalan juga tapi jalannya di mall,hehehe. Kalau papa sih dengan gaya biasanya gak mau ikut,  alasannya mau istirahat di rumah. It's Oke.. No Problem.

Kebetulan juga sebelum trip ke desa adat ini, kami sekeluarga menghadiri acara resepsi pernikahan salah satu saudara di Desa Batuyang, Lombok Timur. Setelah menghadiri acara resepsi, kami menuju rumah nenek yang gak jauh dari lokasi acara untuk berganti pakaian dan bersiap-siap untuk ngetrip ala-ala blogger kece.

Sekitar jam tiga sore, kami meluncur ke Desa Limbungan menggunakan mobil.  Untungnya, jarak Desa Limbungan dari rumah nenek sekitar setengah jam perjalanan. So, gak butuh waktu berjam-jam di jalan yang saat itu cuaca cukup panas-panasnya.

Kami melewati jalur menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur.  Setelah melewati eks Pasar atau perempatan Pringgabaya, di kiri jalan atau pertigaan terdapat papan reklame yang bertuliskan Desa Wisata Adat Limbungan (7km). Artinya dari jalan raya kami berbelok ke kiri mengikuti jalur ke Desa Adat Limbungan sejauh 7 km.

Bukan Pulau Lombok namanya kalau gak memberikan keindahan sepanjang jalan saat mobil kami melintasi jalur menuju desa yang sudah mulai dikenal gak hanya dari kalangan warga lokal, tapi para travelers luar pun sudah mengenal desa ini via medsos meskipun masih banyak yang belum datang langsung kesini. 




Pemandangan yang sangat eksotis.  Dimana sepanjang jalan kita melewati padang savana yang sudah mengering, mirip seperti Baluran di Banyuwangi. Kalau musim hujan,  padang rumput ini tampak kehijauan.
Dari kejauhan terlihat puncak Gunung Rinjani dengan kokoh. Keberuntungan kami di hari itu bisa melihat Gunung Rinjani secara utuh disaat cuaca sedang cerah-cerahnya. 

Lagi 5 km sebelum sampai di Desa Limbungan, jalan yang kami lewati mulai menanjak dan berkelok-kelok. Untungnya lagi,  kondisi jalan menuju desa sudah mulus bin kece. By the way,  perasaan dari tadi untung mulu yaa?. Itulah orang Indonesia, selalu berkata untung bila mendapat kesusahan atau merasakan pengalaman yang baru. Untung gak hujan,  untung dia gak diare,  untung si dia masih sayang, eeeh.. (sorry curhat).

Sesampai di Desa Adat Limbungan,  saya agak heran saja.  Sorry ya,  katanya ini desa wisata tapi kok gak ada satupun guide atau pemuda desa yang menghampiri kami untuk menawarkan diri mengajak untuk berkeliling desa ?. Mungkin ini hanya kebetulan saja yang kami rasakan. Saya pun akhirnya pakai jurus andalan yaitu tersenyum ke beberapa ibu-ibu yang sedang ngerumpi di salah satu rumah kayu yang khas (bedek). Gak lupa juga saya menjepret mereka yang tersipu malu dijepret sama orang sok cakep,hehehe (intermezo).

Saya beranggapan, kami bisa memasuki desa setelah mendapat ijin terlebih dahulu dari warga yang kami jumpai saat itu atau pemangku desa setempat. Tapi anggapan itu gak terbukti. Yang ada malah mereka hanya tersenyum dan melihat-lihat kami berjalan menuju gapura yang terbuat dari kayu memasuki area desa adat. Kecenya lagi,  desa ini masih bener-bener desa yang saya cari-cari sejak dulu alias masih alami tanpa tersentuh dengan nuansa modern. 









Awalnya sih sempat bingung dan ragu-ragu. Beneran boleh masuk gak nih atau kalau memang ada tiket masuknya, dimana letak loket tiketnya ?. Saya cari-cari gak ketemu juga. Daripada bingung mencari salah satu warga yang bisa membantu kami berkeliling desa dan akhirnya gak ada juga, tanpa basa-basi saya mengajak para emak-emak rempong untuk berjalan berkeliling desa. 

Suasana desa sore itu cukup sepi. Hanya beberapa warga saja yang keluar masuk rumah mereka sambil membawa jemuran yang sudah mengering. Desa Adat Limbungan luas juga. Dari bentuk bangunan, Desa Adat Limbungan memiliki puluhan bangunan yang bentuknya hampir sama, khas rumah adat Sasak. Dimana  atap bangunan terbuat dari daun-daun kelapa yang sudah mengering (Ree), sedangkan dinding bangunan terbuat dari rotan dan lantainya sebagian besar terdiri dari tanah liat yang sudah mengeras. Uniknya lantai bangunan ini bila dipel menggunakan kotoran sapi. Tujuannya untuk mengusir nyamuk dan serangga pengganggu. Hampir mirip dengan rumah adat di Desa Sade, Lombok Tengah. 

Penduduk di desa adat merupakan Suku Sasak (Suku asli Pulau Lombok). Dari beberapa informasi yang pernah saya baca, Desa Adat Limbungan memiliki sekitar 150 kepala keluarga (koreksi bila keliru). Sebagian besar mata pencaharian warga desa yaitu petani dan peternak. Dari segi geografis, letak desa adat ini berada di dataran tinggi yang subur yaitu di kaki Gunung Rinjani sebelah timur. Tanah disini sangat subur, jadi gak heran hampir seluruh warga desa bekerja sebagai petani. Gak ada keahlian mereka selain bertani dan beternak. 

Uniknya lagi, di Desa Adat Limbungan sering kali kami menjumpai para orang tua yang sudah berumur. Usut punya usut, memang benar di desa adat ini kebanyakan yang tinggal yaitu para orang tua jompo. Karena aturan dari desa adat ini, bagi siapa yang ingin membuat rumah baru yang terbuat dari semen dan genteng, maka dipersilahkan membangun di luar desa adat. Tujuannya untuk menjaga keaslian dari bentuk bangunan yang sampai saat ini masih terjaga keasliannya. 



"Terus keunikan lain dari Desa Adat Limbungan ini jadinya apa ?"

Pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di pikiran saya. Mungkin kalau dari segi bentuk bangunan, Desa Adat Limbungan masih unggul dibandingkan dengan desa-desa adat Sasak lainnya. Kenapa saya berpendapat seperti itu, karena saya melihat desa adat ini masih sangat alami dan masih belum tersentuh oleh nuansa modern. Bentuk bangunan masih sangat dijaga nilai originalnya oleh warga setempat. 

Tapi sayangnya desa adat ini masih kalah jauh dari popularitas. Gak ada yang bisa dijual dari desa ini selain foto-fotonya yang keren. Warga desanya pun masih kebanyakan cuek terhadap para tamu yang datang. Gak semuanya sih, ada juga yang mengajak kami ngobrol-ngobrol di berugak (gazebo) mereka. Salah satu warga yaitu sepasang suami istri yang bernama Amaq Udin dan Inaq Ani, mengajak kami untuk ngobrol-ngobrol. Dari mereka berdua, saya mendapatkan informasi tentang desa adat ini. 

By the way, saya mendapat informasi dari teman-teman GenPI Lombok Sumbawa juga bahwa Desa Adat Limbungan masuk nominasi di kategori Rumah Adat Terpopuler dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API2018). Untuk memilih Desa Adat Limbungan, kita hanya bisa ngevote. Votingnya sendiri mulai Bulan Juni yang lalu sampai 31 Oktober 2018. Kalau mau Desa Adat Limbungan menang dalam ajang tersebut, jangan lupa ngevote yaa !. Lebih jelasnya kalian bisa baca di postingan saya sebelumnya yaitu di Genpi LS Berbuka Puasa Bersama Pak Sekda NTB.

Mungkin sekedar saran saya kepada bapak-bapak pejabat Pemda Lombok Timur atau Dispar Kab.Lombok Timur dan Provinsi NTB, untuk lebih sering lagi melihat dan perhatian ke Desa Adat Limbungan. Sangat disayangkan sekali desa adat yang begitu kece, tapi belum banyak yang terlihat dari desa ini. Saya pun masih belum bisa betah berlama-lama berkeliling di desa adat ini selain mengambil foto-foto yang kece dan dibawa pulang kemudian lanjut diposting di akun medsos pribadi. Hanya itu saja !.

Mungkin saran saya yang kedua, warga desa diberikan pelatihan cara menenun atau membuat kerajinan tangan khas Pulau Lombok yang dapat dijual kepada para pengunjung yang datang. Warga desa diberikan pelatihan khusus bahasa asing, biar nantinya bisa berkomunikasi atau menjadi tour guide untuk pengunjung mancanegara. Kalau boleh request, saya minta diberi pelatihan bahasa mandarin karena kalau saya datang biasanya saya pakai bahasa mandarin Ampenan,hehehe (pikir sendiri maksudnya apa).




Oh ya, Desa Adat Limbungan terbagi menjadi dua bagian, Desa Adat Limbungan Barat dan Timur. Saya pun masih bingung mana yang barat dan timur,hehehe. Berjalan ke arah timur desa dari posisi semula, saya melihat ada desa dimana deretan bangunan rumah sudah menggunakan batu dan genteng. Letaknya berada di bawah Desa Adat Limbungan. Ini merupakan deretan rumah para warga desa adat yang sudah keluar dari desa adat mereka dan membangun rumah sendiri. Kebanyakan warga desanya masih muda-muda. 

Terus gimana nasib para orang tua mereka yang masih tinggal di desa adat ?. Mereka sesekali menjenguk orang tua masing-masing yang jaraknya gak jauh dari rumah baru mereka. Ada juga keturunan warga desa adat yang masih bertahan tinggal di rumah bedek dikarenakan masalah ekonomi, sehingga belum mampu membangun rumah baru yang membutuhkan dana yang gak sedikit. 

Posisi kami berada di jalur antara desa adat dan Desa Perigi. Dari posisi ini, saya sangat takjub melihat pemandangan yang luar biasa kecenya. Dari sini saya dapat melihat Selat Alas dan Pulau Sumbawa. Birunya laut Selat Alas dan sedikit berkabut saat itu, membuat tangan gatal untuk mendokumentasikannya. 

Gak ada pemandangan terkece lainnya seperti yang saya lihat dari Desa Adat Limbungan ini. Kami semua merasakan seperti sedang dipuncak gunung. Keren banget !. Bagi kalian yang belum pernah datang kesini, buruan dateng deh !.

Saya membayangkan bila Desa Adat Limbungan bisa berkembang pesat dan eksis diantara destinasi-destinasi favorit di Pulau Lombok, mungkin desa-desa adat lainnya bisa terancam kalah eksis nih. Bisa jadi kan ?.

Gak banyak cerita yang bisa saya tuliskan tentang Desa Adat Limbungan kepada teman-teman pembaca setia my blog : www.lazwardyjournal.com, selain foto-foto saya yang kece (pede amat). Semoga kalian tergoda untuk datang ke Desa Adat Limbungan setelah mengunjungi postingan saya ini,hehehe (sekalian promosi). Bukan lazwardyjournal.com namanya kalau gak memberikan cerita-cerita kece dari foto-fotonya yang gak kalah kece (super pede amat).

Yasudah kalau gitu, sampai bertemu di tulisan saya selanjutnya. Bocorannya, tulisan selanjutnya tentang kuliner lhoo yang sangat menggoda,hehehe. 

Selamat berlibur ke destinasi-destinasi terkece di Indonesia !!!

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

6 comments:

  1. dan anten parabolanya terciduk kamera ya kak 😂

    ReplyDelete
  2. trnyata keindahan trsembunyinya brupa spatu d atas atap 😹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha cerdaaass... Trnyata ente jeli jg, sngaja sya posting foto2 itu biar dikoment hehehe

      Delete
  3. Kren bung, informasi sangat membantu😁

    ReplyDelete