Saturday, 1 November 2025

Ngopi Pagi di Twins Coffee Marina Boom Banyuwangi

 


Kemanapun ngetripnya, jangan lupa nyari tempat ngopi !. Nyari-nyari tempat ngopi asyik dengan view yang cakep di Banyuwangi sepertinya gak susah. Disini banyak sekali tempat ngopi rekommended dengan ciri khas masing-masing.


Salah satunya Twins Coffee yang berlokasi di Pantai Marina Boom Banyuwangi. Kebetulan saat itu lagi ke Kota Banyuwangi untuk service motor di salah satu bengkel yang lokasinya gak jauh dari Pantai Marina Boom. 


Berhubung pagi itu bengkelnya belum buka, saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu sambil mencari tempat enak buat ngopi dan ngedit tulisan. 


Sesampainya di Pantai Marina Boom, saya berkeliling dulu menuju beberapa spot yang belum diexplore kemarin saat kesini bersama anak-anak dan istri. Kalau sendiri kan bebas mau kemana saja. Gak ada yang komentar, hehehe...ampun (semoga gak dibaca sama istri). 


Link tulisan disini : Minggu Pagi Keliling Kota Banyuwangi




Spot yang dimaksud yaitu jembatan ikonik yang sering kita lihat di Instagram. Jembatan ini berada di sisi sebelah barat dermaga kayu. 


Jembatan seperti lorong waktu, berbentuk seperti gulungan ombak dengan dominasi warna putih. Biasanya disaat sore menjelang malam, banyak warga yang berfoto disini. 


Apalagi dikala malam tiba, lampu hias di jembatan ini menambah kesan teduh dan syahdu. Jembatan ini menghubungkan beberapa area seperti Eco Park, dermaga kayu dan lain sebagainya. 


Saya pun kesini karena pengen fotoan dengan background jembatan ini. Si Blumax juga gak mau ketingalan. Sayangnya gak ajak anak-anak dan istri kesini lagi. 


Untuk buat video cinematic juga keren disini. Apalagi kalau sore hari, kita bisa nongkrong disini sambil menikmati view Gunung Ijen yang berada di sebelah barat dan menunggu moment sunset tiba. 




Setelah beberapa saat nongkrong di jembatan ikonik ini, saya melanjutkan menuju spot lainnya yaitu pelabuhan rakyat dimana ada kapal cepat dengan rute Banyuwangi menuju Pelabuhan Serangan, Benoa, Bali. 


Kapal ini baru beberapa bulan yang lalu dilaunching oleh Bupati Banyuwangi "Ibu Ipuk". Kapal cepat ini bernama Express Bahari. Kali ini saya gak bisa mereview kapal ini karena belum merasakan langsung nyobain kapal cepat ini dari Banyuwangi sampai Benoa, Bali. 


Mumpung lagi disini, sayang sekali gak melihat kapal ini lebih dekat. Meskipun gak naik tapi seneng saja gitu bisa melihat. Jiwa transum mania meronta-ronta, Asyiiik !.


Gak susah menuju  ke arah dermaga rakyat yang berada di sisi sebelah utara Pantai Marina Boom. Tinggal membaca papan petunjuk ke arah pelabuhan rakyat yang masih dalam kawasan Pantai Marina Boom. Saya juga gak begitu tau persis jadwal kapal ini jam berapa saja. Tapi namanya kita penasaran, siapa tau masih ada kapalnya alias belum jalan ke Bali. 


Eh, benar saja. Kapalnya masih nongkrong di dermaga. Terlihat masih sepi gitu. Gak ada terlihat aktivitas penumpang yang menunggu kapal jalan. 


Yang rame itu, beberapa buruh kapal kayu yang sedang sibuk menurunkan beberapa barang. Kelihatannya ini kapal baru datang dari pelayaran yang jauh. Kemungkinan bisa dari Madura atau pulau-pulau yang ada di sekitar Banyuwangi. 


Kembali ke kapal cepatnya !. Kapalnya keren, tertulis Express Bahari. Dominasi warna putih dan ungu. Bentuk ukurannya juga seperti kapal cepat pada umumnya. Terdapat dua tingkat. Kapan-kapan kalau masih terus beroperasi, pengen coba !. 


Untuk jadwal kapalnya kalau gak salah dari Banyuwangi berangkat jam sembilan pagi. Sedangkan dari Denpasar jam dua siang. Untuk harga tiket ada dua kelas. 225 ribu untuk kelas eksekutif sedangkan kelas VIP seharga 275 ribu (koreksi bila keliru). Pastinya kalian bisa tanya ke website resmi Express Bahari. 




Karena niat awal tadi kesini untuk mencari kopi. Saya melanjutkan perjalanan ke arah pantai, siapa tau ada warung penjual kopi. Tapi seingat saya disini ada beberapa cafe atau kedai kopi. 


Muter-muter, akhirnya ketemu kedai kopinya yang bisa dibilang asyik buat nongkrong sambil kerja atau ngobrol bareng temen. Apalagi nongkrong disini bisa sambil cuci mata. Entar saya jelasin apa maksudnya, hehehe. 


Kedai kopinya persis di depan dermaga kayu dengan puluhan kapal yard yang bersandar. Disini emang area kuliner serta sport. Kedai kopi yang bernama Twins Coffee satu area dengan Twins Gym (Banyuwangi Fitnes Center). Di sekitarnya juga ada beberapa tempat makan dan cafe. 


Setelah memarkirkan motor di area parkir depan kedainya, saya berjalan menuju kedai kopinya untuk memesan segelas es Kopi Susu Gula Aren dan Tahu Walik untuk cemilannya. Gak lengkap kalau ngopi kurang cemilan.




Penampakan kedai kopinya cukup keren. Tempat duduk berada di outdoor semua. Sedangkan tempat memesan kopinya di bangunan seperti kontainer gitu dengan desaign kaca dan cat berwarna hitam dan merah. Konsepnya ya industrial gitu. 


Tempat duduknya juga ada beberapa pilihan. Ada meja dan kursi besi berwarna hitam serta diberi payung untuk menghindari dari panas sinar matahari dan hujan. Ada juga meja panjang beralaskan papan kayu dengan bangku besi tinggi dengan cat dominasi warna hitam juga. 


Setelah memesan kopi susu gula aren dan tahu walik, saya memilih duduk di kursi yang ada payungnya. Sambil menikmati view Gunung Ijen dan pelabuhan kapal yard dari depan kedai ini. 




Kembali lagi dengan yang tadi "cuci mata". Karena kedai kopi ini berada di halaman depan tempat nge-gym/fitnes, jadinya banyak cewek dari mbak-mbak sampai ibu-ibu (laki-laki gak usah dibahas) untuk nge-gym. Otomatis mereka berjalan melewati kedai kopi. Jadi bisa ngopi sambil cuci mata. Siapa tau ada yang kita kenal kan ? Hehehe.


Gak perlu lama menunggu, pesanan pun datang. Salah satu karyawan kedai berjalan menuju tempat duduk saya sambil membawa segelas es kopi susu gula aren dan tahu walik yang baru saja digoreng.


Pagi itu pas banget habis sarapan, ngopinya es kopi susu gula aren dengan cemilan tahu walik yang cukup terkenal di Banyuwangi. 





Untuk kopi susu gula arennya menurut saya tingkat manisnya cukup. Susunya juga gak berlebih. Kopi yang digunakan juga cukup enak di lidah. Saya bukannya ahli perkopian yang doyan minum kopi hitam yang terasa pahit. Saya sukanya kopi yang agak manis tapi saya juga gak suka minuman yang terlalu manis. 


Jadinya kopi Twins Coffee ini cocok buat saya. Gelasnya juga gak terlalu besar. Jadinya masih aman buat lambung dan kesehatan. 


Cemilannya tahu walik karena saya suka tahu daripada tempe. Karena masih hangat dan baru digoreng, tekstur tahunya juga bagus. Rasanya ada seperti diberi bumbu rempah. Cukup gurih tapi sayangnya terlalu kering karena lama di goreng. Porsinya juga cukup mengenyangkan. Dicocol sama saus sambal dan tomat.


Untuk kedua menu yang dipesan, saya menghabiskan duit hanya 26 ribu rupiah saja. Harga keduanya sudah termasuk PPN. Selain kopi susu gula aren dan tahu walik, masih banyak menu lainnya yang ada. Sayangnya pagi itu ada beberapa menu yang belum ready. Mungkin kalau agak siang, menunya lengkap. 


Rasanya saya sangat nyaman dan ingin berlama-lama menikmati kopi sambil melihat view cantik di depan mata. Sepertinya enak juga datang di sore hari sambil menikmati sunset. 


Next time, kalau kesini lagi bakalan datangnya sore. Mungkin bisa juga datang buat nge-gym kali ya. Hahahaha. Untuk jam bukanya disesuaikan dengan jam buka tempat ngegymnya. 


Gimana, kalian sudah ke Banyuwangi belum ?. Jangan lupa datang ke Pantai Marina Boom sambil menikmati view dan kopinya !.


Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 25 October 2025

Minggu Pagi Keliling Kota Banyuwangi : Pantai Marina Boom dan Taman Blambangan


Bangun pagi, saya dan istri sudah merencanakan untuk ajak anak-anak motoran ke Kota Banyuwangi. Hari Minggu seluruh kegiatan sekolah dan perkantoran diliburkan. Kebetulan juga di Kota Banyuwangi hari itu ada car free day (CFD) di Jalan Diponegoro, Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi. 

Berangkat dari rumah mbah uyut di Rogojampi menuju arah utara. Waktu tempuh kurang lebih dua puluh lima menit dengan jarak tiga belas kilometer dari Rogojampi ke Kota Banyuwangi. Anak-anak dari jam enam pagi sudah bangun karena sudah dijanjikan bakalan jalan-jalan pagi.

Cuaca pagi hari itu cukup cerah meskipun sehari sebelumnya Rogojampi dan sekitarnya diguyur hujan lebat. Udara pagi sangat segar menemani kami diperjalanan. Arus lalu lintas berjalan dengan normal. Melihat aktivitas warga kota di hari libur. 

Ada yang joging pagi, bersepeda, berbelanja ke pasar, dan ada yang jalan-jalan menuju Kota Banyuwangi. Kami perginya hanya berempat saja. Saya, istri dan anak-anak. Mereka berdua sangat antusias kalau diajak jalan bareng ayah bundanya. Kakak Ken yang sudah menginjak umur lima tahun dan Adeq Lala berjarak dua tahun dari kakaknya. 

Pantai Marina Boom Banyuwangi 

Tempat pertama yang kami kunjungi yaitu Pantai Marina Boom Banyuwangi. Salah satu pantai yang menjadi ikon Kota Banyuwangi selain Pantai Watu Dodol yang ada di daerah Ketapang sana. 

Pantai Boom terletak di Kelurahan Kampung Mandar, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Rute yang kami lewati menuju pantai bisa dimulai dari Simpang Lima Banyuwangi kemudian mengarah ke Jalan Dr. Sutomo, Taman Blambangan, menyusuri Jalan Nusantara dan Jalan Ikan Cucut hingga sampai di pintu gerbang Pantai Boom. 

Lebih jelasnya kalian bisa buka google maps di smartphone masing-masing. Ketik Pantai Boom Banyuwangi. Lokasinya gak begitu jauh dari pusat Kota Banyuwangi. 



Setelah sampai di pintu gerbang masuk menuju Pantai Boom, kami berhenti di pos loket untuk membeli tiket masuk. Harga masuknya relatif murah yaitu 7,5 ribu rupiah saja per orang. Berhubung bawa anak-anak dua orang diberi gratis sama petugasnya. Jadinya total biaya masuk 15 ribu rupiah saja. 

Petugas loketnya ramah-ramah. Apalagi pas melihat plat motor dari Lombok, petugasnya langsung paham bahwa kami dari Lombok. Kesan baik yang kami dapatkan ketika awal masuk ke area destinasi wisata ini. 

Setelah urusan tiket masuk selesai, kami berkeliling sejenak sekitaran pantai. Area pantainya luas banget. Jalannya juga kondisi baik yaitu aspal yang mulus. 

Penataan area pantainya yang cukup baik. Bahkan lebih rapi untuk pantai yang ada di dalam kota. Plank petunjuk juga cukup lengkap. Jadinya kami gak kesasar mau kemana. 

Disini ada beberapa area yang bisa kita explore. Ada dermaga kayu untuk kapal-kapal pesiar ukuran kecil.  Ada bangku-bangku panjang di sekitar trotoar pinggiran dermaga. Cafe dan resto juga ada disini termasuk tempat nge-gym ada disini. 

Selain itu ada patung macan yang menjadi simbol kekuatan dan keberanian masyarakat Osing Banyuwangi. Gak ketinggalan ada jembatan estetik dan area taman yang tertata rapi.

Mungkin di beberapa tempat yang saya lihat masih perlu dibenahi. Over all, kesan awal datang pertama kali kesini cukup menyenangkan. 




Terlihat beberapa kapal pesiar bersandar di dermaga. Sempat bingung mau kemana dulu. Muter-muter sebentar, kami melihat dari kejauhan beberapa pengunjung lain yang sedang bersantai di pinggiran pantai. 

Akhirnya kami kesana saja. Apalagi ada playground anak-anak disana. Ada penyewaan mobil remot, sepeda listrik dan beberapa wahana lainnya.

Melihat ada penyewaan mobil remot kontrol, anak-anak langsung kegirangan. Mereka berdua sangat suka main mobil remot  kontrol. 

Pantai Boom dahulu dikenal sebagai pelabuhan penting pada masa kolonial. Saat ini, area tersebut dikembangkan menjadi kawasan wisata pantai yang modern dan instagramable. Begitu memasuki area pantai, pengunjung akan disambut dengan ikon besar bertuliskan “Pantai Boom Marina Banyuwangi” yang sangat cocok sebagai latar foto.  

Pantai yang sering disebut Pantai Marina Boom ini juga setiap tahunnya menggelar beberapa event. Salah satu event yang pengen saya nonton dari dulu yaitu Festival Gandrung Sewu. 

Festival yang menampilkan seribu penari yang menggunakan pakaian khas penari Banyuwangi. Seribu penari menari di atas hamparan pasir pantai yang luas. Ini sudah agenda rutin tiap tahunnya yang selalu ditunggu banyak orang baik domestik maupun mancanegara. Keren kan !. 

Kawasan Pantai Boom ini cukup luas sekali. Terbagi dari beberapa bagian. Ada berupa teluk yang terdapat beberapa dermaga kapal. Terdapat Eco Park Marina yang berada di sebelah utara dimana disini kita bisa melakukan kegiatan trekking dan berlari karena ada jalur track khusus berlarinya. 

Sedangkan bagian pantainya dengan hamparan pasir yang begitu luas menghadap ke arah Selat Bali dan Pulau Bali

Di pantainya juga terdapat beberapa kursi santai dan diberi payung untuk bersantai dan berjemur sehabis mandi pantai. Sayangnya pagi menjelang siang tersebut sinar matahari menyengat sekali. Jadinya kami urungkan niat untuk berjalan menuju pinggir pantai. Cukup menikmati suasana pantai dari bawah pohon yang cukup rindang. 



Disini juga ada penyewaan kuda. Kita bisa berkeliling pantai sambil duduk di atas punggung kuda dengan ditemani oleh yang punya kudanya. Sekali berkeliling dikenakan tarif dari 25 ribu saja. Cukup worth it me urut saya sih. Sayangnya kudanya gak terlalu besar. Jadinya ragu buat nyobain, hehehe. Anak-anak pun takut nunggang kuda. 

Yasudah, kami menghabiskan waktu di Pantai Boom sambil menemani anak-anak main mobil remot saja. Harga sewanya 20 ribu per mobil dengan waktu hanya 15 sampai 25 menit saja. 

Gak banyak kegiatan yang kami lakukan selain berkeliling motoran muterin kawasan pantai, duduk santai di bawah pohon rindang sambil menikmati view Selat Bali dan Pulau Bali dan anak-anak menghabiskan waktu bermain saja. 

Berhubung waktu masih cukup pagi, tujuan selanjutnya kami akan ke Taman Blambangan sambil melihat suasana car free day khas Banyuwangi. 

Taman Blambangan Banyuwangi

Taman yang berada di pusat jantung Kota Banyuwangi ini menjadi daya tarik bagi siapa pun yang melintas di tempat ini. Dikelilingi oleh jalan besar membuat akses ke tempat ini menjadi lebih mudah. 

Jarak dari Pantai Marina Boom ke Taman Blambangan sangat dekat. Bahkan kedua tempat ini bisa dibilang satu jalur. Kurang lebih hanya lima menit waktu tempuh dari Pantai Marina Boom, kami sudah sampai di area parkir taman yang berada di sebelah barat. 

Suasana sangat rindang dan asri sekali karena area parkirnya persis di bawah pohon-pohon besar seperti Pohon Beringin. Gak khawatir kepanasan dan udara disini sangat sejuk di tengah cuaca panas kota.



Taman Blambangan merupakan ruang terbuka hijau terbesar dan sekaligus ikon Kota Banyuwangi. Siapapun yang datang ke Banyuwangi, pasti pengen mampir ke taman yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berkumpul, berolahraga atau menghilangkan penat seharian bekerja. 

Taman Blambangan memiliki sejarah panjang sebagai pusat kegiatan masyarakat. Letaknya yang berada di tengah kota menjadikannya titik strategis yang mudah diakses dari mana saja. Dikelilingi fasilitas publik, pusat belanja, hingga tempat wisata kuliner, taman ini setiap harinya digunakan untuk berolahraga. 

Lapangan luas yang tertata rapi, mulai dari area olahraga, event seni, budaya, hingga kegiatan keagamaan skala besar sering digelar di sini. 



Ada area untuk jogging, bermain basket, bermain bola, sampai ada beberapa fasilitas olahraga untuk orang dewasa dan anak-anak seperti jungkat-jungkit, alat nge-gym sederhana.

Dari beberapa review orang lain yang saya baca, biasanya pagi hari adalah waktu teramai bagi para pegiat kesehatan yang menikmati udara segar sambil menggerakkan badan.

Saat kami disana, kebetulan juga hari libur, ramai sekali warga yang datang ke taman ini. Ada yang duduk santai sambil berkumpul bersama teman, gebetan dan keluarga. Ada yang lagi asyik main basket. Ada yang asyik menyantap beberapa makanan khas daerah sini. Ada juga yang sekedar olahraga jalan kaki seperti saya dan istri (sambilan nurunin berat badan) hehehe. 

Ada beberapa spot yang bisa dipakai untuk mengambil foto. Di bagian tengah taman, ada panggung permanen gitu dengan background bangunan khas Blambangan mirip seperti candi berwarna putih. Biasanya saya lihat bentuk bangunan ini di salah satu novel atau buku yang menceritakan tentang Kerajaan Blambangan dahulu kala. 




Di kiri-kanan panggung, ada dua bangunan berbentuk joglo Jawa. Terlihat banyak pengunjung yang duduk sambil bersantai di bangunan ini. 

Di sisi sebelah barat taman, ada surganya kuliner. Beberapa makanan khas sini, kami cobain seperti sego cawuk, sego tempong dan nasi pecel. 

Dari ketiga makanan tersebut, yang paling saya suka yaitu nasi tempongnya. Berasa banget sambel tomat dan ikan terinya. Kalau datang ke Banyuwangi, gak lengkap rasanya gak nyobain nasi tempongnya. 

Taman Blambangan juga sering dijadikan pusat penyelenggaraan acara besar seperti konser musik, festival budaya dan pasar malam. 

Saat malam hari, suasana taman berubah menjadi tempat nongkrong yang seru. Banyak anak muda berkumpul untuk bermain musik, bersantai dengan komunitas, hingga mengabadikan momen dengan latar suasana Kota Banyuwangi. Gak sedikit juga yang memanfaatkan taman ini untuk membuat konten foto maupun video untuk dishare di tiktok, Instagram atau youtube. 

Masuk ke Taman Blambangan ini gratis ya. Gak ada tiket masuk. Hanya bayar parkir motor saja 2 ribu rupiah. Bukanya dua puluh empat jam. Kapanpun bisa datang kesini. 

Berhubung waktu sudah menjelang siang dan anak-anak sudah mulai capek dan ngantuk. Kami balik ke rumah mbah uyut. 

Rasanya keliling kota belum cukup hanya dua tempat saja. Next time... Bakalan explore lagi ke tempat yang lainnya sekitaran Kota Banyuwangi. 

Over all, jika kalian sedang berada di Banyuwangi, jangan lupa luangkan waktu sejenak untuk mampir dan menikmati atmosfer hangat di Pantai Marina Boom dan Taman Blambangan. Atau tempat lainnya yang menarik juga. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 18 October 2025

Menjelajah Misteri dan Keindahan Alam Taman Nasional Alas Purwo. Kapok Gak ?


Salah satu tempat yang ingin saya explore jika datang ke Banyuwangi akhirnya teralisasi juga. 

Setiap sudut Banyuwangi memang menyimpan keindahan alam. Setiap merencanakan ngetrip ke Banyuwangi, pastinya sudah membuat daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi. 

Sebelumnya saya sudah menulis tentang salah satu kuliner yang wajib kalian coba saat datang ke Banyuwangi. 

Bisa baca disini : Nasi Pecel Romot Rogojampi

Kali ini, saya akan menulis cerita yang saya dapatkan ketika berkunjung ke salah satu surganya Banyuwangi yang banyak orang kunjungi. Gak hanya keindahannya saja yang  didapat. Tapi ada hal yang membuat kita penasaran untuk selalu datang.  

Salah satu tempat yang paling legendaris di Banyuwangi yaitu Taman Nasional Alas Purwo. Gak hanya dikenal karena keindahan alamnya yang masih sangat alami, tapi juga karena kisah mistis dan aura magis yang kita rasakan bila datang ke tempat ini. 

Menginjakkan kaki di sana, mengexplore hutan purba, pantai tersembunyi, dan savana luas yang menakjubkan. 

Mendengar cerita dari keluarga dan teman yang sudah ke Alas Purwo, kebanyakan ceritanya berbau horor. 

Ada yang dilempar centong air saat berada di kamar mandi. Ada yang melihat asap putih tebal saat melintas di daerah pesisir. Paling sering mendengar cerita, beberapa pengunjung ada yang tersesat saat berada di dalam hutan karena gak tau jalan keluar. 

Percaya gak percaya, Alas Purwo memiliki salah satu pantai yang dipercaya sebagai tempat pintu gerbang masuk ke alam jin alias Nyi Roro Kidul sang legenda Ratu Pantai Selatan. 

Sebenarnya pengen sekali dari dulu datang kesini. Tapi masih ragu karena cerita-cerita seram seperti tadi.

Aslinya saya orangnya penakut. Tapi kalau berangkatnya ramai-ramai apalagi sama orang yang sudah sering kesini, kita gasss saja !. 

Cerita ke Banyuwangi beberapa minggu yang lalu, Alas Purwo akhirnya masuk ke dalam list tulisan yang akan segera tayang di blog Lazwardy Journal (ngendorse diri sendiri). 

Sebenarnya ini agenda dadakan. Berawal dari ajakan bapak mertua buat ke Alas Purwo. Untungnya ngajaknya berangkat pagi dan pulangnya sebelum sore hari. Kebetulan juga istri dan anak-anak pengen ikutan juga. 

Tanpa ragu dan berpikir dua kali, saya pun setuju. Asalkan berangkatnya pagi dan pulangnya siang, kita gass saja !. 

Perjalanan saya dimulai dari pusat Kota Rogojampi menuju Alas Purwo yang berjarak sekitar lima puluh kilometer ke arah selatan. 

Saya berangkatnya bareng bapak, istri, adek sepupu dan anak-anak. Kami menggunakan mobil milik Om Har (adeknya ibu). Sayangnya beliau gak bisa ikut karena sibuk jaga warung. 

Segala perlengkapan seperti topi, kacamata hitam, sunscreen, cemilan dan air mineral sudah masuk ke dalam tas. Mobil juga sudah dinyalakan. 

Kami berangkat dari rumah mbah uyut sekitar jam sembilan pagi. Cuaca pagi itu sangat cerah. Kebayang panasnya di perjalanan nanti. 





Jalan menuju kesana bisa dibilang cukup aman untuk kendaraan yang kami gunakan. Sebagian aspal mulus, sebagian lagi jalan tanah berbatu yang membuat adrenalin meningkat. 

Namun, sepanjang perjalanan, mata saya dimanjakan oleh pemandangan hutan jati dan desa-desa kecil yang tenang.

Begitu memasuki Gerbang Rowobendo, suasana langsung berubah. Angin terasa lebih lembap, pohon-pohon tinggi menjulang, dan suara burung serta serangga menjadi latar alami yang menenangkan sekaligus mistis.

Mengecek sinyal handphone, ternyata sinyal sudah timbul tenggelam. Posisi kami masih di pintu masuk ke Alas Purwo. 

Mobil pun berhenti untuk pengecekan oleh petugas. Saya keluar dari mobil dan berjalan kaki menuju loket pembelian tiket masuk. 

Tiket untuk kendaraan roda empat seperti mobil seharga 10 ribu saja. Sedangkan orang dewasa dikenakan tiket masuk 20 ribu. Anak-anak gratis masuk. 

Saat membeli tiket,petugas bertanya asal kami dari mana. Saya pun menjawab, "kami dari Rogojampi". Petugas berseragam tersebut hanya mengangguk kepala saja. 

Tatapannya serius amat itu bapak-bapak. Mirip seperti film horor Indonesia ketika rombongan anak-anak muda yang masuk ke dalam hutan dan bertemu orang asing. Bisa bayangin sendiri kan ? hehehe. 

Melihat suasana sekitar, sepertinya hanya kita saja pengunjung yang memasuki Alas Purwo pagi itu. Sepanjang jalan gak terlihat kendaraan yang berpapasan dengan kami. 

Baru ingat, saat itu hari kerja. Pantes saja gak banyak pengunjung datang kesini. Pikir saya, pasti nanti bakalan bertemu pengunjung lainnya saat sudah di dalam hutan. 

Kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan dengan aspal mulus. Semakin ke dalam hutan, jalanpun semakin mengecil. Pohon-pohon besar menjulang tinggi. Udara sejuk khas aroma tanah basah. 

Suara kicauan burung dan serangga lainnya yang menemani sepanjang perjalanan. Daun-daun kering banyak berjatuhan ke jalan. Tujuan pertama kami yaitu ke Savana Sadengan karena lokasinya paling dekat dengan posisi kami saat itu. 

Alas Purwo dikenal sebagai salah satu hutan tertua di Pulau Jawa. Saat berjalan di antara pepohonan besar dan rimbun, saya benar-benar merasa seperti kembali ke masa lalu. Sinar matahari yang menembus celah daun menciptakan suasana magis, seolah-olah alam sedang menjaga rahasia besar di balik ketenangannya.

Gak heran, banyak orang percaya bahwa Alas Purwo adalah tempat lahirnya bumi atau tempat para leluhur bersemayam. Tapi bagi saya, tempat ini justru menunjukkan bagaimana alam bisa tetap lestari jika manusia bisa menjaga dan gak berbuat seenaknya. 

Menurut cerita dari bapak mertua, setiap malam satu Suro dalam kalender Jawa, banyak orang datang kesini sampai bermalam. Tujuan mereka bermacam-macam. Ada yang nyari wangsit, ada yang bersemedi, ada juga yang hanya ikut-ikutan teman saja. Percaya gak percaya ya. Kembali ke keyakinan kalian masing-masing.



Kembali ke laptop ! 

Niat kami kesini hanya untuk mengexplore Alas Purwo saja. Ini pertama kalinya juga saya dan anak istri datang kesini. Kalau bapak mertua sama sepupu yang ikut saat itu, sudah beberapa kali datang kesini. Jadi agak tenang bareng mereka karena sudah tau situasi. 

Menuju ke Savana Sadengan, kami melewati sebuah Pura bernama Pura Luhur Giri Salaka atau disebut Situs Kawitan Alas Purwo. 

Situs Kawitan merupakan tempat yang dipercaya sebagai asal mula kehidupan dan pusat spiritual tertua di tanah Jawa. Tempat sakral ini juga sangat penting bagi umat Hindu. Banyak umat Hindu baik yang dari Bali, Lombok atau daerah lain datang kesini untuk bersembahyang atau melakukan upacara keagamaan. 

Sayangnya kami gak sempat mampir ke situs ini karena suasana pagi itu masih sepi sekali. Dengar cerita dari sepupu, beberapa bulan yang lalu sempat ada insiden pengunjung yang kesurupan. Jadi ragu mampir disini apalagi bawa anak kecil. 

Melewati Situs Kawitan, kami melanjutkan menuju Savana Sadengan. Dari jalan utama beraspal mulus, mobil kami mengambil jalanan tanah bebatuan di persimpangan. 

Jarak Savana Sadengan sudah gak jauh lagi. Gak sabar ingin segera sampai dan melihat Padang savana yang ikonik sekali di Alas Purwo.  

Selamat Datang di Savana Sadengan ! 

Kurang lebih menempuh jarak dua belas kilometer dari Gerbang Rowobendo,  kami sudah sampai di area parkir Savana Sadengan. Gak ada pengunjung lainnya selain kami. Ada senangnya juga bisa dengan tenang menikmati view padang savana tanpa banyak pengunjung. 

Dari parkir mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter ke area menara pandang. Meja dan bangku dari kayu tersedia untuk pengunjung beristirahat. 

Kondisi menara pandangnya cukup terawat. Bangunan di samping menara pandang juga terawat dengan baik. Hanya saja gak ada petugas yang kami temui disana. 




Berada disini vibesnya seperti savana yang saya lihat di film Jurasic Park. Benar-benar tenang sekali. Dari kejauhan terlihat perbukitan hijau, padang rumput luas dan suara hembusan angin yang terdengar. Langit menjelang siang itu juga cukup bersahabat. 

Dari menara pandang, saya bisa melihat hamparan padang rumput luas dengan latar hutan tropis. Di kejauhan, tampak kawanan banteng Jawa, rusa, burung elang, dan burung merak yang bebas berkeliaran. Rasanya seperti berada di padang Afrika meskipun belum pernah ke Afrika, hehehe. 

Savana Sadengan merupakan zona pengamatan satwa liar. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pagi hari (sekitar pukul 06.00–09.00) atau sore hari (15.00–17.00). Pada waktu tersebut, hewan-hewan keluar untuk mencari makan.

Terdapat pagar kayu sebagai tanda bahwa pengunjung hanya bisa mengamati satwa yang berada di savana dari luar pagar kayu saja. 

Berhubung kami sampai di savana ini sekitar jam sepuluh pagi tapi masih beruntung bisa melihat sekelompok banteng liar sedang merumput gak jauh dari menara. Di sisi lain, beberapa burung merak jantan menampilkan bulu indahnya. Momen yang luar biasa untuk diabadikan dengan kamera. Sayangnya saya gak bawa kamera DSLR dari rumah. Gak apa-apa dah !.

Menurut cerita bapak mertua yang merupakan pensiunan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bahwa di musim tertentu, jumlah satwa bisa lebih banyak karena mereka turun dari hutan ke padang rumput mencari air. 




Gak perlu mencari petugas disini buat bertanya informasi tentang Alas Purwo karena sudah ada bapak mertua yang dulunya bekerja di Taman Nasional. Apalagi beliau sudah sering datang kesini. 

Kurang lebih setengah jam kami berada di menara pandang untuk menikmati panorama alam yang tersaji. Kapan lagi datang kesini kalau gak pas ke Banyuwangi. Buat kalian yang suka fotografi, tempat ini wajib dikunjungi. Terpenting harus menjaga etika. Jangan berbicara keras dan jaga sopan santun. Terpenting gak mengganggu kehidupan satwa disini. 

Waktu sudah menunjukkan jam sebelas menjelang siang. Kami melanjutkan perjalanan ke arah pantai yang ada di Alas Purwo. Ada beberapa pantai yang cukup familiar di telinga saya seperti Pantai Plengkung, G-Land dan Teluk Biru. Kebetulan ada pantai yang terdekat dari Savana Sadengan dan jalurnya searah dengan Pantai Plengkung dan G-Land. 

Selamat Datang di Pantai Trianggulasi ! 

Awalnya yang ada di pikiran saya, bapak mengajak kami ke Pantai Plengkung atau Pantai G-Land yang sering saya lihat foto dan videonya di instagram. 

Tapi yang disebut beliau Pantai Trianggulasi. Nama yang sangat asing bagi saya. Apa karena saya jarang sekali buka google maps Alas Purwo, jadinya gak tau pantai ini. 

Dari cerita beliau, pantai ini sangat menarik buat dikunjungi. Bahkan jaraknya yang gak begitu jauh dari Savana Sadengan. Kurang lebih sepuluh kilometer dari Gerbang Rowobendo. Wah sangat menarik pikir saya. Tambah semangat dong !. 

Perasaan takut sejak masuk hutan belantara Alas Purwo, jadi hilang perlahan karena sudah melihat Savana Sadengan. Dan sebentar lagi akan bertemu dengan pantai. Dapat explore hutan liarnya, dapat pula explore pantainya. 

Keluar dari Savana Sadengan, kami bertemu lagi dengan jalan utama dengan aspal yang mulus menuju arah selatan. Suasana masih sama seperti tadi. Rimbunnya pohon-pohon tinggi. Udara sejuk beraroma tanah basah. Terlihat kawanan monyet yang duduk santai di pinggir jalan menunggu makanan yang dilempar oleh pengunjung yang melintas.




Begitu sampai di area pantai, suara deburan ombak langsung menyambut dengan lembut. Udara laut bercampur aroma hutan menciptakan perpaduan yang unik dan menenangkan.

Mobil berhenti tepat di area parkir pantai. Ternyata di pintu masuk pantai ini sudah ada sebuah penginapan yang saya lupa namanya. Ada restonya juga. Beberapa pengunjung kami lihat saat itu. 

Dari parkiran mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter menuju pantai. 

Pantai Trianggulasi memiliki garis pantai yang panjang dengan pasir putih kecokelatan dan ombak besar. Gak ada keramaian, gak ada pedagang. Hanya pantai, ,alam dan kamu yang kucintai. Asyiiik. 

Inilah yang membuat pantai ini terasa istimewa. Berbagai jenis tumbuhan di tepi pantai sangat rimbun seperti pohon pandan laut dan cemara udang tumbuh berjajar, memberi ketenangan jiwa. Di beberapa sudut, terlihat jejak satwa liar seperti burung dan biawak yang sesekali muncul dari balik semak.

Keheningan di pantai ini benar-benar luar biasa. Duduk di bawah pohon sambil mendengarkan ombak, kalian bisa merasakan waktu berjalan lebih lambat. Cocok buat kalian yang ingin melepas penat semingguan bekerja, bisa datang kesini bareng keluarga atau pasangan. 

Dari beberapa referensi yang saya baca. Nama “Trianggulasi” berasal dari istilah geodesi karena dulu kawasan ini digunakan sebagai titik triangulasi (pengukuran peta) oleh pemerintah kolonial. 

Sekarang tempat ini berubah menjadi destinasi ekowisata yang menonjolkan keseimbangan antara manusia dan alam.

Menariknya, pantai ini juga menjadi jalur penyu bertelur, terutama antara bulan Mei hingga September. Akan tetapi, aktivitas ini diawasi ketat oleh petugas taman nasional untuk menjaga kelestariannya.

Pantai Trianggulasi termasuk kawasan wisata yang masih alami. Jadi fasilitasnya cukup terbatas. Ada pos jaga petugas, area parkir sederhana, kamar mandi, toilet dan beberapa gazebo untuk beristirahat. Ada resto di pintu masuk pantai. Tapi kalau boleh saran, bawa bekal sendiri dari rumah. 




Ada beberapa aktivitas yang kalian bisa lakukan di pantai ini seperti menikmati sunset di sore hari, bersepeda atau berjalan kaki di pinggir pantai, main pasir bagi yang membawa anak-anak, camping dan berfoto. 

Untuk mandi atau berenang di pantainya sangat gak disarankan. Petugas sudah menandakan bendera merah di sekitar area pantai bahwa dilarang keras untuk berenang karena ombak dan arus lautnya yang cukup besar. 

Saya sangat kaget dengan view pantai ini. Hampir mirip dengan pantai-pantai di Lombok bagian selatan. Warna gradasi air lautnya yang biru toska dan biru tua. Deburan ombak yang indah. Keren banget pantai ini. 

Kegiatan yang kami lakukan selama berada di pantai ini yaitu duduk santai di tepi pantai sambil menemani anak-anak bermain pasir di bawah pohon rindang. 

Sesekali melihat laut lepas dengan deretan perbukitan Taman Nasional Alas Purwo yang begitu luas. Kami menghabiskan waktu di pantai ini hingga balik ke Rogojampi. 

Untuk edisi Taman Nasional Alas Purwo kali ini, cukup dua destinasi dulu. Semoga next time kalau ke Banyuwangi lagi, bisa mengexplore tempat-tempat terindah yang berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo karena masih banyak tempat-tempat yang belum sempat saya explore. 

Sampai bapak mertua nantangin next time kalau ke Alas Purwo lagi, kita perginya malam sambil menginap disini. Antara mau bilang iya apa gak. Tapi kalau perginya ramai-ramai lagi, kenapa gak ?. Asyiiik. 

Jujur, sewaktu memasuki pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Ada perasaan khawatir semoga kami semua dalam kondisi baik-baik saja. Apalagi membawa anak-anak kecil. 

Tapi perasaan itu hilang seketika disaat saya sangat menikmati ngetrip kami menyusuri hutan purba. Bisa melihat beberapa satwa liar yang di Savana Sadengan. 

Apalagi di penghujung waktu ngetrip kami, saya takjub dengan Pantai Trianggulasi. Salah satu surga tersembunyi yang Alas Purwo, Banyuwangi miliki. 

Sekitar jam dua belas siang, kami balik ke Rogojampi. Perjalanan ke luar hutan Alas Purwo lancar jaya tanpa ada drama. 

Anak-anak senang sekali. Ini pertama kalinya mereka kami bawa ke hutan legendaris yang Banyuwangi miliki. 

Kalian kapan ke Taman Nasional Alas Purwo ?. Ditunggu ya ceritanya. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Friday, 10 October 2025

Nonton MotoGP Mandalika 2025 : Mampir di Museum of Civilization Lombok - Sumbawa

 


Gak terasa Indonesia khususnya Pulau Lombok sukses menyelenggarakan MotoGP yang keempat kali berturut-turut. Tercatat di tahun 2025 ini, jumlah penonton tembus di angka 140 ribuan. Ini memecahkan rekor penonton terbanyak sepanjang MotoGP Mandalika Indonesia diselenggarakan. 


Kita sebagai warga negara Indonesia turut berbangga dan bahagia sekali bahwa kita juga bisa menyelenggarakan event balap motor terbesar dunia di negeri kita tercinta ini. Dan saya pribadi sangat beruntung sekali sirkuit MotoGP dibangun di Pulau Lombok. Bahkan menjadi sirkuit terindah di dunia karena letaknya berada persis di pinggir pantai yang kita kenal sebagai KEK Mandalika. 


Sebagai orang Lombok asli, saya gak menyia-nyiakan kesempatan buat nonton langsung ke sirkuit. Dapat tiket gratis dari kantor, saya dan teman kantor berangkat ke sirkuit untuk menonton sprint race yang dimulai pada Hari Sabtu. 


Sengaja mengambil Hari Sabtu biar agak sepian karena racenya dimulai besok Minggunya dan dipastikan penonton bakalan membludak. Pengalaman dari tahun sebelumnya kalau nonton langsung racenya di Hari Minggu, bakalan rebutan suttle bus dengan penonton lainnya pas jam pulangnya. Jadinya ambil Sabtu agar bisa puas explore di dalam area sirkuit. 


Berangkat jam dua belas siang dari Kota Mataram. Waktu tempuh kurang lebih setengah jam perjalanan menggunakan mobil. Kebetulan temen bawa mobil, jadinya saya ikut bareng dia. 


Sepanjang perjalanan ramai lancar. Kecepatan mobil normal dan bawa santai saja. Setelah sampai di bundaran Bandara Internasional Lombok (BIZAM), kami diarahkan menuju jalur sesuai dengan zona tiket. Kebetulan kami berdua dapat tiket di zona H dan kami diarahkan masuk lewat Gate 1 oleh petugas. Jalur kami menuju arah Pantai Tanjung Aan melewati By Pass Mandalika. 


Setelah sampai di bundaran By Pass Mandalika, mobil menuju ke arah parkiran mobil yang berada di sebelah timur. Mendapatkan tempat parkir mobil, kami berdua segera berjalan menuju tempat penjemputan penonton. Penonton dijemput oleh suttle bus menuju shelter center. Semua penonton dari semua area parkir berkumpul di shelter center untuk naik suttle bus lagi menuju sirkuit. Jadi kita naik suttle bus dua kali. 



Gak usah ditanya cuaca gimana siang itu. Pastinya panas sekali dan langit cerah ceria alias gak ada awan. Kebayang dah gimana teriknya sinar matahari siang itu. Untungnya saya dan Bang Den bawa tabir surya dan air mineral yang banyak buat jaga-jaga agar gak dehidrasi. 


Singkat cerita, setelah sampai di sirkuit dan turun dari suttle bus. Kami berdua berjalan menuju Gate 1 untuk melakukan pemeriksaan tiket dan barang bawaan. Gak ada drama saat pengecekan tiket dan barang bawaan. Setelah melewati area check, kami berdua memulai explore sirkuit. 


Tujuan kami yang pertama yaitu Museum of Civilization Lombok -Sumbawa. Museum yang baru saja diresmikan pada tanggal 2 Oktober 2025 oleh Bapak Gubernur NTB, Bapak Lalu Iqbal atau disapa Mamiq Iqbal dan CEO Dorna Sport, Camelo Ezpeleta. 


Museum ini dibuka untuk umum mulai tanggal 1 sampai 5 Oktober atau selama event MotoGP berlangsung karena masih dalam tahap uji coba. Lokasinya di area parkir Sirkuit Internasional Mandalika atau di depan paddock. 


Buka dari jam sembilan pagi hingga jam lima sore. Mungkin kedepannya nanti akan buka setiap hari. 


Berhubung di hari kedua MotoGP, pengunjung masih belum ramai yang datang ke sirkuit. Dan pengunjung yang datang ke museum ini juga masih gak terlalu ramai. 


Karena letaknya gak begitu jauh dari shelter pemberhentian suttle bus, saya dan Bang Den berjalan kaki menuju sebuah bangunan semi permanen yang cukup unik menurut saya. 


Gaya bangunannya industrial dengan corak dinding warna warni. Ditopang oleh ratusan tiang besi dan tangga untuk menuju ke dalam museum. 




Bangunan museum terbagi menjadi dua. Ada galeri utara dan selatan. Untuk galeri selatan kita bisa melihat beberapa koleksi lukisan lokal penuh dengan makna, arca, naskah Babat Sasak (Lombok), kain khas Lombok-Sumbawa, dan miniatur Gunung Samalas dimana asal mula adanya Gunung Rinjani dan miniatur Gunung Tambora. 


Ruangannya sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan dan suasana yang sangat syahdu. Masuk ke dalam ruang museumnya terasa vibes Lomboknya dengan suara alunan musik gamelan Sasak. 


Selama berada di dalam ruang museum, kita didampingi oleh beberapa staf museum dan memberikan informasi mengenai budaya Lombok - Sumbawa. 


Berhubung ini masih dalam tahap uji coba, jadinya beberapa koleksi yang dipamerkan disini dipinjam dari Museum Provinsi NTB. Saya berharap kedepannya, museum ini lebih banyak lagi koleksi yang bisa dipamerkan terutama untuk mempromosikan wisata NTB.


Setelah berkeliling di ruangan galeri selatan, saya berpindah ke bangunan museum galeri utara. Disini kita bisa melihat layar besar menampilkan beberapa cuplikan video MotoGP Mandalika dari tahun ke tahun. 


Ada juga koleksi asesoris MotoGP dan informasi tentang pembangunan Sirkuit Internasional Mandalika dari awal hingga digunakan untuk MotoGP pertama kali pada tahun 2022 dan balapan lainnyaa baik berskala nasional maupun internasional. 


Yang menarik lagi ada beberapa games yang ada di galeri ini. Games yang paling saya suka di galeri ini yaitu mencoba simulator GT3 nya. Visual Sirkuit Internasional Mandalika-nya benar-benar keren dan terlihat seperti asli. Sudah dilengkapi dengan kursi balap yang super empuk, setir balap, pedal gas dan rem.


Saya dan Bang Den gak ketinggalan untuk mencobanya. Wah benar-benar seru dan ketagihan beradu balapan menguasai lintasan Sirkuit Internasional Mandalika. 


Ternyata sirkuit ini benar-benar sulit. Pantesan saja Mbah Marquez selalu crash di sirkuit ini. Apalagi di race kemarin, si Mbah lagi kena apes saja. Disundul dari belakang sama Abang Bezzecchi.


Sudah jatuh ketimpa duren pula. Sudah crash eh malah kena mental sama batu-batu sirkuit. Sampai-sampai sirkuit kebanggaan kita kena hujat sama netizen Australia, hehehe. 




Kembali ke laptop !.


Sambil menunggu sprint race dimulai, saya sama Bang Den main games race GT3 dulu di simulator. Hitung-hitung numpang ngadem di tengah cuaca sirkuit yang panas banget. Apalagi nanti nontonnya di tribun tanpa atap. 


Harap maklum saja, namanya juga dapat tiket gratisan dari kantor. Mau nonton di VIP atau paddock yang harganya bisa beli motor beat satu tapi gak ada yang nawarin.hehehe.


Bangunan museum ini memiliki dua lantai. Dimana untuk museumnya sendiri berada di lantai dua. Sedangkan lantai satu merupakan stand yang menjual beberapa asesoris MotoGP dari kaos, topi, kacamata, helm dan lain-lain. 


Museum ini bertema civilization atau peradaban untuk memperkenalkan sejarah, budaya, dan identitas masyarakat Lombok dan Sumbawa kepada publik internasional dan domestik, khususnya pengunjung ajang MotoGP Mandalika 2025. 


Museum ini memiliki fungsi yaitu menggabungkan sport tourism dengan cultural tourism. Museum ini memungkinkan pengunjung MotoGP gak hanya menyaksikan olahraga tetapi juga belajar tentang budaya dan sejarah NTB. 


Fungsi lainnya sebagai ruang edukasi, dialog budaya, dan promosi warisan lokal serta memperkuat citra NTB sebagai destinasi pariwisata kelas dunia yang juga kaya budaya.


Akhirnya saya diberi kesempatan untuk berkunjung ke dalam museum ini. Untuk biaya masuknya masih gratis ya. Gak tau kedepannya apakah akan ada tiket masuk ke dalam museum atau tetap gratis selama event balapan ?. Kita lihat saja nanti. 



Setelah puas berkeliling museum dan mencoba adu balapan di simulator GT3 nya, kami berdua lanjut berjalan kaki menuju tribun zona H. 


Kurang lebih setengah jam lagi sprint race dimulai. Kami berdua jalan santai melewati tunel Gate 1. Suasana siang menjelang sore itu cukup ramai oleh penonton. 


Melewati panggung konser yang megah. Area tenan-tenan kuliner. Stand-stand yang menjual asesoris MotoGP. Jangan tanya disini harga kaos atau topi originalnya berapa. Pastinya ada harga ada kualitas lah ya.


Penataan di tengah sirkuit sudah cukup lumayan baik dari tahun sebelumnya. Meskipun sangat terik tapi masih ada angin pantai yang sepoi-sepoi. Rasa gerahnya agak berkurang. 


Kurang lebih sepuluh menitan berjalan kaki. Kami berdua sudah tiba di tribun zona H. Berhubung balapan kelas MotoGP-nya belum mulai, kita ngopi-ngopi dulu. 


Kami memesan es kopi susu gula aren di salah satu stand UMKM binaan Bank NTB Syariah. Es kopinya seharga 20 ribu saja. Harga yang sesuai dengan tempatnya, ngerti kan maksudnya.hehehe. 


Rasa kopi susu gula arennya cukup enak. Apalagi minum dingin-dingin di tengah cuaca panas. Tenggorokan langsung adem dan mata pun langsung melek. 



Singkat cerita, sampailah di review jalannya balapan sprint race kelas MotoGP hari itu. Yang keluar sebagai juaranya yaitu Marco Bezzecchi dari Aprilia Racing. Urutan kedua ada Fermin Aldeguer dari Gresini Racing dan ketiga ada Raul Fernandez dari Trackhouse Racing.


Sayangnya Bang Pecco (Lenovo Ducati) jagoan saya hanya finish di urutan paling belakang. Menurut infonya ada masalah di ban belakang dan settingan mesin motornya. 


Ya sudahlah, saya datang ke sirkuit buat happy-happy dan nyemangatin Bang Pecco !. Tenang bang, tahun depan harus lebih ngegass lagi motornya. 


Selesai finish, tibalah moment perayaan kemenangan. Venue yang dipakai yaitu di panggung konser. Saya dan Bang Den berjalan cepat menuju bawah panggung buat melihat perayaan kemenangan. 



Perayaannya cukup meriah dan terlihat sangat berbeda dari seri-seri MotoGP di tempat lain. Ini benar-benar dibuat megah dan mewah. Keren banget Indonesia !. 


Info baiknya lagi, dengar kabar kalau MotoGP Mandalika akan diperpanjang lagi hingga tahun 2031. Wah, bakalan nabung lagi buat nonton di VIP atau paddock nih tahun berikutnya. Amin 


Over all, dari berangkat ke sirkuit, naik suttle bus dua kali, lanjut ke museum civilization Lombok Sumbawa, nonton sprint race kelas MotoGP, lalu nyempati berkeliling menikmati sore hari, naik suttle bus lagi ke parkiran mobil hingga sampai rumah. Menurut saya hari itu cukup menyenangkan. Gak ada drama gak dapat suttle bus pas pulangnya. 


Infonya di race hari Minggu banyak cerita dari teman yang nonton langsung, katanya banyak yang gak dapat suttle bus karena shuttlenya terjebak macet sehingga balik ke penjemputan jadinya terlambat. 


Pas racenya kebetulan saya nonton di rumah saja bareng anak-anak. Jadinya untung gak ikut dalam drama war suttle bus hehehe.


Ada lagi kabar, banyak stiker VIP palsu yang beredar. Ditambah lagi banyak calo yang menawarkan tiket sampai hari H dengan harga yang gak wajar. Semoga tahun depan bisa lebih baik lagi dan memperbaiki segala kekurangan. PR buat penyelenggara nih !. 


Penulis : Lazwardy Perdana Putra