Yogya memiliki beragam obyek wisata yang bisa kita kunjungi kapan saja. Dari pantai, gunung, kuliner, budaya hingga kekayaan sejarahnya. Yogya juga banyak menyimpan kenangan bagi siapa saja yang pernah datang kesini.
Buat saya pribadi, kalau datang ke Yogya teringat tempat-tempat bersejarah yang kental dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Empat hari berlibur di Yogya, ada beberapa tempat yang sudah kami kunjungi. Salah satunya bangunan yang memiliki nilai religi sangat kental akan budaya dan sejarah yaitu Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Lokasinya gak jauh dari Malioboro.
Sehabis istirahat siang dan mandi-mandi sore, selesai shalat magrib kami keluar jalan-jalan. Rencananya ingin menikmati suasana Malioboro di malam hari.
Pas banget cuaca juga sedang baik-baik saja. Kami memutuskan untuk berjalan kaki seperti biasanya dari hotel yang jaraknya ke Jalan Malioboro gak begitu jauh.
Suasana Malioboro malam itu sungguh romantis. Melihat pejalan kaki yang sebagian besar orang berlibur ke Yogya. Toko-toko pakaian batik dan oleh-oleh yang dibanjiri pembeli.
Para tukang becak yang sedang bersantai menunggu penumpang. Kusir delman memakai pakaian khas Jawa lengkap dengan blangkonnya. Gak lupa para pengamen jalanan yang sedang beraksi memainkan alat musik instrumen.
Suasana semakin romantis karena ada dua malaikat kecil kami berdua yang sangat senang diajak jalan kaki malam hari. Di tempat kami gak pernah jalan seperti ini. Biasanya jalannya pakai motor keliling kota saat malam saja.
Berjalan sepanjang Jalan Malioboro, gak terasa kami sudah sampai di perempatan lampu merah Benteng Vredenburg dan Istana Presiden atau kita menyebutnya 0 kilometer Yogyakarta. Disinilah pusat atau titik awal dari Yogyakarta. Serem juga ya kedengarannya, hehehe.
Sehabis foto-foto disini, kami lanjut berjalan ke arah Alun-Alun Utara. Tujuan kami selanjutnya ingin Shalat Isya di Masjid Gedhe Kauman yang letaknya gak begitu jauh dari posisi kami saat itu.
Sejarah Masjid Gedhe Kauman
Sesuai dengan rencana awal, kami memang ingin berkunjung ke sebuah masjid yang konon merupakan masjid tertua di Yogyakarta.
Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Kauman berada di sebelah barat Alun-Alun Utara atau kurang lebih seratus meter dari Keraton Yogyakarta.
Beralamatkan di Jalan Kauman, Kampung Kauman, Ngupasan, Gondomangan, Kota Yogyakarta, Prov.DI Yogakarta
Sejarahnya masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773 Masehi dengan arsiteknya bernama K.Wiryokusumo.
Bangunan masjid ini dibuat dengan gaya arsitektur tradisional Jawa. Bagian atap masjid berbentuk tajug bersusun tiga pada ruang utama dan limasan pada serambi. Pola ini bermakna tiga capaian kesempurnaan hidup manusia yaitu hakikat, syari'at dan ma'rifat.
Di bagian ujung teratas lapisan atap terdapat mustaka berbentuk daun kluwih bermakna keistimewaan hidup bagi manusia yang sudah mencapai kesempurnaan hidup. Dan gada berbentuk huruf Alif yang bermakna hanya Allah yang satu.
Semua simbol tersebut mengartikan bahwa manusia yang menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hidupnya akan selalu dekat dengan Allah SWT.
Dinding masjid terbuat dari batu alam putih dan plester. Tiang-tiang yang kokoh terbuat dari Kayu Jati yang umurnya sudah ratusan tahun. Lantai masjid sudah berupa marmer yang membuat lantai teratas dingin.
Seperti masjid-masjid kuno Jawa lainnya, masjid ini memiliki beberapa ruang antara lain ruang utama shalat laki-laki, serambi yang berfungsi sebagai ruang serbaguna dan melakukan beberapa acara agama lainnya, ruang shalat perempuan (pawestren), tempat wudhu, dan kolam kecil untuk membasuh kedua kaki bila hendak masuk ke dalam masjid.
Keunikan dari masjid ini yaitu di dalam ruang shalat masjid terdapat ruang kecil terbuat dari kayu dengan hiasan emas dan perak bernama maksura. Maksura ini digunakan untuk tempat shalatnya raja dan keluarga raja.
Kita bisa melihatnya ketika hendak melaksanakan shalat di masjid ini. Ruangnya terdapat di sebelah kiri dari mimbar. Uniknya lagi, posisi shaf di masjid ini agak miring atau gak mengikuti posisi bangunan masjid.
Sebagain besar masjid-masjid di Yogya khususnya, arah kiblatnya gak sesuai dengan posisi bangunan masjid karena posisi Yogyakarta berada di sebelah selatan Pulau Jawa dan bangunan di Yogya arahnya ke barat dan bukan ke arah kiblat.
Selain digunakan untuk beribadah dari kalangan kerajaan dan rakyat setempat, masjid ini dikenal sebagai Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagai kelengkapan Kerajaan Islam Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selain bangunan utama masjid, kita juga bisa melihat beberapa bangunan lainnya yang berada di bagian samping dan depan masjid. Di kiri kanan masjid terdapat bangunan yang berfungsi sebagai menyimpan beberapa perlengkapan masjid dan memainkan gamelan pada hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW atau sekarang kita mengenal dengan nama Sekaten. (sumber : https//jogjacagar.jogjaprov.go.id)
Di bagian depan masjid terdapat pintu gerbang atau gapura berwarna putih khas Jawa. Gapura ini melambangkan ampunan dari dosa.
Halaman masjid ini juga sangat luas sekali. Di sekitar masjid terdapat halaman yang sangat luas. Fasilitas lainnya, ada rak penitipan sepatu atau sandal bagi jamaah yang hendak melaksanakan shalat. Area parkir kendaraan yang cukup luas.
Di depan pintu gerbang masjid juga terdapat pohon beringin yang cukup rindang. Berjejer becak yang terparkir sambil menunggu penumpang.
Alhamdulillah saya dan keluarga diberikan kesempatan shalat Isya di masjid ini. Masjid yang dulunya sering saya datangi saat melaksanakan shalat Jumat dan shalat-shalat fardhu.
Saat memasuki masjid, yang saya rasakan seperti memasuki lorong waktu. Suasanaa yang hening, teduh, dan merasakan suasana Jawa jaman dulu. Peninggalan bersejarah yang masih eksis sampai sekarang.
Anak-anak pun sangat senang diajak kesini. Dapat beribadah dan berwisata religi di Masjid Gedhe Kauman. Istripun sangat bahagia bisa shalat di masjid tertua yang ada di Yogyakarta yang berumur ratusan tahun.
Masjid tertua yang memiliki nilai sejarah yang kental dengan budaya dan masuknya Islam pertama kali di tanah Jawa.
Masjid ini dibuka untuk umum bagi jamaah yang akan melaksanakan shalat. Bagi pengunjung non muslim juga diijinkan masuk ke area masjid ini dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh takmir masjid.
Setelah melaksanakan shalat Isya berjamaah, kami mengabadikan beberapa moment untuk didokumentasikan. Selanjutnya, kami mencari makan malam sekalian berkeliling menaiki becak dengan harga 30 ribu saja.
Melewati pintu gerbang Keraton Yogyakarta, lalu melewati perkampungan Kauman, kemudian berbelok ke arah Pasar Ngasem dan berakhir di Alun-Alun Kidul yang lokasinya gak begitu jauh dari Masjid Gede Kauman.
Di Alun-Alun Kidul kami menghabiskan malam dengan makan malam disana sekalian mengajak anak-anak bermain.
Kesimpulan :
Bila berlibur ke Yogya, kalian wajib datang ke Masjid Gedhe Kauman. Selain melaksanakan shalat disini, kita juga bisa belajar sejarah Islam Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Lokasinya sangat strategis dari destinasi wisata lainnya seperti Keraton Yogyakarta, Pasar Beringharjo, Malioboro, Alun-Alun Utara dan Kidul, Pasar Ngasem, dan Taman Sari.
Masjid yang menjadikan simbol keharmonisan raja dengan rakyatnya. Bagi siapa saja yang datang ke masjid ini dapat merasakan suasana yang teduh dan hening.
Waktu yang paling tepat datang berlibur ke Yogya pada saat Sekaten (Maulid Nabi) dan Bulan Ramadhan. Banyak kegiatan yang ada di masjid ini. Salah satunya mengadakan buka puasa sebulan penuh dengan menu-menu yang lezat dan mengenyangkan.
Masjid yang menjadi cagar budaya milik Daerah Istimewa Yogyakarta ini penting untuk kita jaga dan lestarikan. Peninggalan bersejarah yang menjadi saksi masuknya Islam ke tanah Jawa.
Penulis : Lazwardy Perdana Putra